BEKASI – Langkah pemerintah menaikkan target ekspor menjadi 11% dari realisasi tahun lalu dinilai merupakan tantangan sekaligus peluang yang sangat baik bagi industri nasional yang selama ini berorientasi ekspor untuk memperluas pangsa pasar serta ragam produk yang ada.
“Dengan melakukannya secara terencana dan sinergis, kami yakin tujuan tadi dapat kita capai,” ujar Managing Director Sinar Mas Saleh Husin di hadapan 45 orang Atase Perdagangan serta Kepala Indonesian Trade Promotion Centre (ITPC) Kementerian Perdagangan di Bekasi, Senin (5/2/2018).
Dalam kegiatan bertajuk “Pemaparan Terkait Produk Andalan Kelapa Sawit & Kertas Indonesia” yang digelar di lokasi pabrik PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk (PT SMART Tbk) Marunda, Bekasi tersebut, sektor industri kembali bersanding dengan para perwakilan lembaga pemerintah seperti Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) serta asosiasi industri seperti Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI).
Mantan menteri perindustrian itu berdapat, dengan melakukan diskusi di pabrik yang lebih dikenal sebagai Marunda Refinery tersebut, pemahaman dan perspektif yang tepat akan industri terkait dapat langsung terbangun.
“Para diplomat kita akan menjadi garda terdepan upaya peningkatan ekspor Indonesia. Di mana dalam lingkup pergaulan internasional, tak ada sebuah isu yang berdiri sendiri. Mereka saling terhubung, dan terkait, satu sama lain, politik, ekonomi dan sosial serta budaya,” tuturnya.
Menurutnya, ekspor produk turunan kelapa sawit dan pulp serta kertas di negara tujuan, akan dibayangi tak saja oleh instrumen hambatan perdagangan, tapi juga isu lingkungan, keberlanjutan, hingga hak asasi manusia, termasuk kampanye hitam oleh organisasi masyarakat sipil, lembaga riset, maupun perusahaan kompetitor. Padahal keseimbangan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan, sekian lama telah menjadi landasan operasi sektor kelapa sawit, pulp dan kertas.
“Itu sebabnya sektor industri dan asosiasi memberikan dukungan penuh dengan membuka diri untuk saling bertukar pendapat, pengetahuan sekaligus pemahaman akan industri perkebunan kelapa sawit terintegrasi, hutan tanaman industri, juga pulp dan kertas. Karena sektor ini yang nanti akan di advokasi para diplomat kita di negara tempat mereka bertugas,” papar Saleh.
Dia mencontohkan putusan World Trade Organization (WTO) mencabut pengenaan bea masuk anti-dumping oleh Uni Eropa (UE) terhadap ekspor biodiesel Indonesia adalah contoh dari keberhasilan sinergi pemerintah bersama sektor industri, juga asosiasi dan dukungan media. Sementara pada waktu berbarengan, Indonesia masih menghadapi usulan Parlemen Uni Eropa yang berniat mengeluarkan biofuel berbasis minyak kelapa sawit.
“Ke depan diplomasi ekonomi sekaligus promosi perdagangan akan menjadi hal yang semakin sering kita praktikkan. Kita berkepentingan agar para diplomat Indonesia yang harus menjalankan peran tambahan layaknya marketing agent, berangkat bertugas dengan pemahaman yang memadai dan tepat,” tambahnya.
Indonesia adalah penghasil minyak kelapa sawit terbesar dunia dengan raihan devisa tahun lalu mencapai hampir USD23 miliar. Sedangkan nilai ekspor yang dibukukan industri pulp dan kertas tahun 2017 mencapai hampir USD6 miliar. (fjo)
Sumber: Sindonews