Deteksi dini dan pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) melalui pemantauan titik panas (hotspot) pada daerah rawan, dinilai cukup tanpa kesiapsiagaan tim pemadam lapangan serta transportasi dan alat pemadam yang memadai.
CEO Esri Indonesia, A Istamar, mengatakan, titik panas sejatinya dapat dianalisa secara real timedengan memanfaatkan teknologi GIS (Geographic Information System). Lewat teknologi ini, lanjut dia, data titik panas yang diperoleh dari sumber seperti NASA (National Aeronautics and Space Administration) bisa di-filter sehingga hanya menunjukkan secara spesifik lokasi titik panas yang ada di wilayah Indonesia saja.
“Data tersebut juga bisa diatur supaya menampilkan informasi hotspot per hari untuk mengetahui tren sebaran titik api dalam jangka waktu tertentu. Fungsi analisa ini dapat dilakukan di berbagai aplikasi baik desktop maupun mobile gadget,” kata Istamar
Teknologi GIS yang telah diimplentasikan oleh Asia Pulp & Paper (APP) Sinar Mas Forestry ini, lanjut dia, merupakan teknologi yang banyak digunakan oleh lembaga militer, institusi penegak hukum, dan kota-kota pintar di dunia.
“Dengan teknologi pemetaan cerdas ini, APP Sinar Mas Forestry memiliki kemampuan yang jauh lebih baik dalam mendeteksi dan mengantisipasi karhutla,” ungkap dia.
Inisiatif yang memaksimalkan teknologi GIS terkini, kata Istamar, mengintegrasikan data secara real time dari basis data Living Atlas milik Esri dengan peta area konsesi yang dimiliki perusahaan.
“Sistem baru ini mendukung pusat data baru milik APP Sinar Mas, yaitu Situation Room CenterAPP Sinar Mas. Pusat data ini bertujuan untuk menyimpan informasi geospasial mengenai pengelolaan bencana dan wilayah untuk deteksi dini titik api dalam penanggulangan karhutla, dan merupakan pertama di Indonesia yang dimiliki oleh sektor swasta,” lanjutnya.
Dengan demikian, kata Istamar, APP Sinar Mas dapat lebih efektif mengidentifikasi lokasi titik panas (hotspot) kebakaran hutan dalam waktu 24 jam, serta mengevaluasi tindakan yang diperlukan tim pemadam kebakaran dalam menangani kebakaran tersebut.
Sementara itu, Konsultan GIS Sinar Mas Forestry, Asep Karsidi, mengatakan, teknologi yang digunakan sejak Februari 2016 ini juga menggunakan data kelembapan tanah dari Stasiun Cuaca Otomatis sebagai indikator, dimana sistem berbasis GIS secara visual akan menampilkan data dalam bentuk platform pemetaan dinamis yang memungkinkan tim APP Sinar Mas segera mengidentifikasi area yang berpotensi sebabkan kebakaran, bahkan dilahan gambut sekalipun.
“Jika sebelumnya data yang relevan dengan karhutla dan permukaan daratan harus dikumpulkan dari beragam sumber, yang mengakibatkan penundaan dan semakin panjangnya lead time. Kini, sistem yang digunakan dapat mengintegrasikan data dari wilayah konsesi pemasok APP Sinar Mas, BMKG, BNPB, dan otoritas lokal yang relevan. Itu artinya perusahaan dapat lebih mudah dan efektif dalam mengambil keputusan berdasarkan informasi yang dimiliki,” terang Asep.
Istamar menambahkan, usaha yang ditekuni Sinar Mas sangat erat kaitannya dengan geografi. Dari sumber daya dan manajemen aset hingga respon terhadap kondisi darurat dan pengelolaan lahan secara tepat. “Lokasi merupakan kunci utama dalam usaha mereka dan sangat penting dalam pengambilan keputusan setiap harinya,” jelasnya.
Teknologi GIS, kata Istamar, membantu APP Sinar Mas memetakan dan menganalisis data usaha mereka dengan informasi lingkungan sehingga mereka mendapat informasi yang mendalam mengenai risiko kebakaran hutan, dan hal ini tak dapat mereka dapatkan dari perangkat atau sistem lain.
“Teknologi ini akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam usaha mengurangi karhutla, dan memberikan manfaat tidak hanya kepada Sinar Mas, tapi juga bagi Indonesia pada umumnya,” tambah Istamar.
(Sumber: Beritasatu )