Perusahaan kertas, Asia Pulp and Paper menyatakan bahwa delapan pemasok kayu telah mengantongi sertifikat untuk memenuhi kebutuhan pasar internasional menyangkut legalitas produk tersebut.
“Saat ini baru delapan pemasok yang sudah sertifikasi. Kami akan bertahap melakukan semuanya,” kata Deputy Director Sustainability and Stakeholder Engangement APP Dewi P Bramono ditemui dalam Dialog Pemangku Kepentingan pada PEFC Certification Week di Kuta, Kabupaten Badung.
Menurut dia, delapan pemasok itu tersebar di beberapa kota di Tanah Air dari total 38 perusahaan pemasok dan anak perusahaan APP dengan total area hutan sekitar 2,6 juta hektare di Sumatera dan Kalimantan.
Ia menargetkan tahun 2020 semua pemasok atau anak perusahaan sudah mendapatkan sertifikasi sesuai dengan standar internasional atau PEFC “Programme for the Endorsement of Forest Certification” termasuk Sistem Verifikasi Legalitas Kayu Indonesia (SVLK) yang sudah dikenal khususnya untuk pasar Eropa.
“Sertifikasi ini akan membantu membuka pasar baru dan menyatakan bahwa produk ini berkelanjutan,” imbuhnya seraya menambahkan bahwa proses sertifikasi pihaknya juga melibatkan pendamping.
Sementara itu dalam kesempatan yang sama Ketua Indonesian Forestry Certification Cooperation (IFCC), Drajad Hari Wibowo mengatakan bahwa saat ini di Indonesia baru 1,8 juta hektare lahan hutan yang sudah tersertifikasi yang dikelola dua perusahaan besar yakni APP dan APRIL.
Kepala Proyek dan Pengembangan “Programme for the Endorsement of Forest Certification” (PEFC), Sarah Price, pada lokakarya kehutahanan pada Selasa (15/11) kepada wartawan menjelaskan bahwa program sertifikasi itu merupakan program sukarela bukan wajib.
Namun ada tuntutan dari negara penerima ekspor kayu seperti di kawasan Eropa yang menginginkan adanya legalitas kayu melalui sertifikasi salah satunya yang diberikan oleh PEFC.
PEFC sendiri telah memberikan sertifikasi sebanyak 17.500 rantai pemasaran produk hutan di 62 negara dan telah memberikan sertifikat untuk 300 juta hektare hutan dengan 700 ribu sertifikat di 34 negara termasuk Indonesia.
Dengan adanya sertifikasi itu, negara pengekspor kayu dapat menjamin legalitas produk dari produksi kayu, produk kayu yang tersertifikasi juga mudah dilacak pengelolaannya termasuk manajemen pengelolaan hutan.
(Sumber: Antaranews )