Banyak yang beranggapan generasi muda tidak memiliki kepedulian akan lingkungan sekitar. Mereka terlalu sibuk dengan gawai dan memiliki dunia sendiri. Namun, anggapan tersebut tidak sepenuhnya benar.
Para siswa Sinarmas World Academy (SWA) telah membuktikan sebaliknya anggapan tersebut. Saat pandemi Covid-19 melanda Indonesia, para siswa SWA pantang menyerah mengadakan berbagai kegiatan yang sangat bermanfaat untuk masyarakat.
Mulai dari membuat face shield untuk didonasikan ke sejumlah klinik, memberikan bantuan berupa susu ke anak-anak pemulung, membantu pengadaan pembangkit listrik untuk korban banjir di NTT, dan memberi bingkisan kepada anak-anak yatim piatu.
Berbagai kegiatan tersebut merupakan bagian dari program Service as Action (SA) dan Creativity, Activity, and Service (CAS). Kedua program ini merupakan mata pelajaran wajib di sekolah yang menggunakan kurikulum International Baccalaureate (IB).
“Mata pelajaran SA dan CAS mendorong siswa untuk memiliki social responsibility dan belajar act of service dengan mengimplementasikan mata pelajaran yang sudah didapat selama lima tahun pertama,” ujar SWA MSHS Co-Principal Alex.
Sebagai informasi, program SA harus diikuti oleh para siswa yang duduk di kelas 6-10, sedangkan program CAS diperuntukkan bagi siswa kelas 11 dan 12.
Kegiatan yang dilakukan untuk program CAS dapat berupa kelanjutan dari proyek SA yang dilakukan siswa pada jenjang sebelumnya. Dengan demikian, siswa dapat memaksimalkan implementasi proyek yang telah dibuat sehingga hasil atau dampak positifnya pada masyarakat lebih terlihat.
Alex menambahkan, program SA dan CAS yang diterapkan SWA unik. Sebab, SWA memberi kekuasaan penuh kepada siswa dalam menjalankan proyek pada dua program tersebut.
“Spesialnya SA dan CAS di SWA adalah memberikan ownership sepenuhnya kepada siswa untuk setiap project yang akan dibuat. Guru hanya sebagai supervisor. Metode ini memberikan empowerment bagi siswa,” kata Alex.
SWA CAS Coordinator and (Interim) SA Coordinator Elma pun menjelaskan mengenai proses yang ditempuh siswa dalam kedua program tersebut. Setelah siswa memiliki ide atau gagasan menarik, mereka akan melakukan investigasi dan riset lebih mendalam.
“Selanjutnya, mereka merencanakan kegiatan yang ingin dilakukan dalam bentuk proposal. Proposal ini kemudian dibawa ke guru penanggung jawab program lalu dievaluasi hingga ke tingkat upper management SWA. Dengan proses ini siswa menjadi terlatih untuk mendapatkan feedback dan membuat perencanaan sebaik-baiknya,” tutur Elma.
Jika disetujui, lanjutnya, siswa dapat langsung melaksanakan kegiatan tersebut. Meski ada yang dikerjakan secara individu, kebanyakan kegiatan SA dan CAS dilakukan siswa secara berkelompok, baik dalam kelompok kecil maupun yang lebih besar dengan cara berkolaborasi.
Setelah melakukan kegiatan, mereka akan merefleksikan penerapan di lapangan dan hasilnya dalam berbagai bentuk laporan, seperti video, artikel, pertunjukan, dan karya musik.
Elma menambahkan, meski menjadi syarat kelulusan, hal terpenting dalam mengikuti program SA dan CAS adalah siswa dapat memahami langsung persoalan yang dihadapi masyarakat dan mengimplementasikan materi pelajaran yang mereka sukai serta kuasai untuk membantu mengatasinya.
Dalam proyek-proyek yang dilakukan, para siswa tetap mempunyai keinginan pencapaian yang ambisius, walau di tengah pandemi Covid-19 yang memberikan banyak hambatan. Menurutnya, hal ini mengembangkan sifat kepemimpinan siswa.
Salah satu kegiatan yang dibuat para siswa SWA adalah acara presentasi dan workshop bertajuk “Peran Kepemimpinan Kaum Muda di Masa Pandemi”. Acara ini menghadirkan pembicara tamu dari WHO Jenewa secara virtual.
“Dengan demikian, para siswa dapat belajar langsung dari pengalaman yang dialami sendiri dan menjadi changemakers yang peka. Mereka juga menjadi lebih bersemangat dan totalitas dalam mengerjakan tugas tersebut. Mereka pun mendapatkan hasil yang lebih memuaskan,” ujar Elma.
Selain itu, SWA Admissions Vincent mengatakan bahwa dengan pengalaman mengerjakan sebuah proyek dari program SA dan CAS, para siswa secara otomatis telah memiliki portofolio yang baik.
“Hal tersebut dapat menjadi nilai lebih untuk pertimbangan masuk ke universitas. Terlebih, kebanyakan siswa SWA berkeinginan melanjutkan ke universitas di luar negeri,” ujarnya.
Lebih lanjut, Vincent juga menjelaskan bahwa setiap tahun para siswa yang baru naik ke kelas 6 akan direkrut oleh kakak kelas untuk bergabung ke program SA yang sedang dikerjakan. Para siswa yang sebelumnya telah mendapatkan program SA pun melakukan presentasi untuk menarik minat adik kelas.
“Para siswa diperbolehkan untuk memilih lebih dari satu proyek yang diminati. Namun, mereka sendiri yang harus dapat mengatur waktu untuk melakukan kegiatan yang diikuti,” kata Vincent.
Sejak berdirinya sekolah internasional SWA pada Juli 2008, berbagai kegiatan SA dan CAS telah dilakukan oleh para siswa. Tak hanya memberi sumbangan atau donasi, para siswa juga melakukan beragam penelitian dan menghasilkan karya yang dapat membantu masyarakat.
Misalnya, dalam bidang keanekaragaman hayati dan pembuatan daging di laboratorium oleh grup Bio2M yang dipublikasikan di media.
Salah satunya siswa SWA yang melakukan penelitian untuk membantu masyarakat adalah Gisela dengan proyek yang dikerjakannya bernama SoLALA-H. Siswa kelas 10 ini melakukan penelitian mengenai cara pengeringan tanaman eceng gondok.
Ia bersama kelompoknya melakukan penelitian hingga membuat sebuah mesin pengering eceng gondok. Kegiatan tersebut menyasar dua hasil, yakni pengurangan populasi eceng gondok untuk memperbaiki ekosistem air tawar serta membantu kegiatan produksi pengrajin eceng gondok.
“Saya menerapkan pelajaran sains untuk membuat sebuah alat pengering eceng gondok. Jika eceng gondok tersebut cepat kering, para pengrajin pun dapat mengerjakan pekerjaannya menjadi lebih cepat,” ujar Gisela.
Sementara itu, siswa SWA kelas 9, Jasmine, menceritakan proyek SA “Newtrition4All” yang sedang digarap bersama teman-temannya. Setiap Sabtu pagi, ia mengajar siswa kelas 5 SDN Sawangan 3 mengenai nutrisi dan pentingnya gaya hidup berkelanjutan.
“Kami mengajari mereka dengan cara yang dapat membantu meningkatkan keterampilan komunikasi, sosial, dan kolaboratif, seperti permainan cerdas cermat, tebak-tebakan, dan bernyanyi bersama,” ujarnya.
Program CAS juga berkolaborasi dengan Student Council (StuCo) untuk melakukan berbagai kegiatan. Misalnya, kegiatan mengajar murid sekolah lain yang berada di sekitar gedung SWA.
Satu kali seminggu, mereka terjun langsung memberikan pelajaran berbahasa Inggris kepada murid yang lebih muda. Namun, kegiatan tersebut terpaksa dihentikan saat pandemi Covid-19 melanda.
Para siswa pun akhirnya memiliki gagasan untuk memberikan pelajaran untuk para murid di sekolah lain secara online. Tak tanggung-tanggung, mereka memilih SDN 35 Dompu di NTB sebagai sekolah yang dituju.
“Teknologi membuat hal tersebut dapat terjadi. Kami dapat mengajar para murid di SDN 35 Dompu, NTB, dengan memanfaatkan internet. Setiap Sabtu pagi, kami melatih para murid secara online,” ujar SWA Student Council President 2020-2021 Eunike.
Eunike pun menjelaskan mengenai berbagai kegiatan yang dilakukannya untuk memberikan pendidikan tambahan untuk anak-anak dengan akses terbatas. Ia bersama teman-temannya membagikan ilmu dan keterampilan seperti, menggambar komik, badminton, bernyanyi dalam bahasa Finlandia, membuat prakarya, dan bermain alat musik, menari tradisional sampai K-Pop yang menghasilkan pertunjukkan bersama secara virtual antara para siswa SWA dengan murid SDN 35 Dompu.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh SWA Student Council Vice President 2021-2022 Evelyn. Ia bercerita bahwa antusiasme para murid SDN 35 Dompu membuat pada siswa SWA menjadi lebih semangat menjalani kegiatan tersebut.
“Setiap Jumat, kami mengadakan rapat bersama teman-teman membahas materi apa yang akan diajarkan keesokan harinya. Rasanya menyenangkan dapat membagikan hal yang bermanfaat bagi orang lain,” ujar Evelyn.