Baru 1,5 juta hektare (ha) Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia yang disertifikasi oleh The Programme for Endorsement of Forest Certification (PEFC), sebuah lembaga nonprofit yang berkantor pusat di Jenewa, Swiss. Untuk menunjukkan level kepatuhan perusahaan terhadap berbagai peraturan tentang lingkungan hidup, sertifikasi oleh sebuah lembaga independen sangat penting.
“Sertifikasi lingkungan juga penting untuk membentuk persepsi masyarakat dan meyakinkan pihak pembeli,” ujar Haruyoshi Takeuchi, Direktur Forest Certification PEFC di Tokyo, Senin (12/12).
Sertifikasi yang dilakukan PEFC bertujuan untuk memastikan bahwa perusahaan yang mengelola hasil hutan benar-benar memiliki manajemen lingkungan yang baik dan menjamin bahwa hutan tetap terpelihara untuk selamanya.
Manajemen hutan yang dinilai PEFC mencakup pengelolaan air, pemeliharaan berbagai jenis tanaman alam dan hewan, termasuk binatang liar, pengurangan kerusakan lingkungan akibat limbah kimiawi, pemeliharaan hutan, kehidupan masyarakat asli dan hubungan sosial dengan penduduk di sekitar hutan.
“Kebakaran hutan, pemusnahan binatang liar, konversi lahan di luar peruntukan, dan konflik sosial dengan penduduk di sekitar hutan adalah isu peka yang membentuk persepsi buruk masyarakat terhadap perusahaan yang begerak di industri kehutanan,” ungkap Takeuchi.
Menurut Takeuchi, perusahaan Malaysia sudah mengikuti sertifikasi PEFC sejak November 2002. Hingga saat ini, sudah 4 juta ha hutan di negeri jiran itu yang mendapatkan sertifikat dari PEFC. Sedang Indonesia baru mengikuti sertifikasi PEFC, November 2012 dengan luas lahan yang disertifikasi 1,5 juta ha. Lahan paling luas yang mendapatkan sertifikasi dari PEFC adalah Australia. Sejak November 2002, hutan di Australia yang disertifikasi mencapai 26,5 juta ha.
Indonesia tidak sendirian. Menurut data PEFC, baru 10% hutan di dunia yang disertifikasi. Sedang perusahaan yang bergerak di industri kehutanan yang mengikuti sertifikasi pun hanya 28%. Dari luas lahan hutan yang disertifikasi, pangsa PEFC 60%.
Didirikan tahun 1999, lembaga independen dan nonprofit ini sudah memberikan sertifikat 303 juta ha hutan di dunia. Dalam melakukan sertifikasi, PEFC bekerjasama dengan 36 lembaga independen di berbagai negara.
Data Kementerian Kehutanan dan Lingkungan Hidup menunjukkan luas hutan tanaman industri (HTI) di Indonesia 11 juta ha. Dari lahan seluas itu, HTI yang sudah ditanami baru 4,9 juta ha.
Bahan baku kayu yang digunakan Asia Pulp and Paper (APP), kata Kepala Perwakilan APP Jepang (APP-J) Tan Ui Sia, sejak 2013 sepenuhnya dipasok oleh HTI seluas 1 juta ha. Kapasitas produksi pulp APP Indonesia 3,4 juta ton setahun.
APP adalah sebuah perusahaan multinasonal. Produknya diekspor ke 120 negara. Pada tahun 2015, penjualan APP seluruh dunia mencapai US$ 12 miliar, di antaranya US$ 5,8 miliar di Indonesia dan US$ 800 juta di Jepang.
“Meski ada penurunan di beberapa produk, di antaranya kertas koran dan majalah, secara umum, penjualan berbagai jenis kertas di dunia masih relatif stabil,” ungkap Tan.
Jepang dikenal memiliki standar tinggi terhadap produk impor.
“Jika bisa masuk Jepang, kemungkinan besar, produk Indonesia bisa diterima di berbagai negara,” ungkap Tan.
Untuk produk yang berasal dari hasil hutan, demikian Takeuchi, Jepang umumnya menggunakan standar Forest Stewardship Council (FSC).
Hutan di Negeri Sakura yang sudah disertifikasi FSC sekitar 300.000 ha. Sedang sertifikasi dari PEFC baru diikuti Jepang, Juli 2014.
(Sumber: Beritasatu )