Penanggungjawab Penanggulangan dan Pemandaman Hutan Sinar Mas Forestry Sujika W Lusaka mengatakan setelah kebakaran hutan dan lahan (Kathula) 2015 Sinar Mas menggandeng berbagai konsultan kebakaran hutan. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian Sinar Mas.
Sujika mengatakan ada empat pilar utama dalam Manajemen Penanggulangan Kebakaran Terintegrasi atau Intergrated Fire Management (IFM). Sebuah sistem yanh dirancang Asia Pulp Paper (APP) – Sinar Mas bersama mitra pemasoknya untuk mencegah kathula.
“Ada empat pilar utama dalam IFM ini, yaitu: Persiapan, Deteksi Dini, Respon Cepat serta Pencegahan,” kata Sujika, di Pabrik Sinar Mas di Perawang, Kamis (26/1).
Persiapan, dibagi menjadi empat langkah. Yang pertama Incident Command System (ICS) atau Sistem Komando Bencana. Sujika mengatakan sistem ini perangkat yang mengatur garis komando, perencanaan, operasi, logistik dan administrasi dalam sebuah situasi darurat.
Dalam menerapkan ICS, kata Sujika, Sinar Mas menggandeng ahli manajemen kebakaran internasional yaitu Trek Wildland Service dari Kanada dan Working on Fire dari Afrika Selatan untuk memberikan pelatihan ICS yang menitikberatkan pada koordinasi dalam memadamkan kebakaran.
Langkah kedua yakni membangu Situsion Room Center (SRC) yang terletak di kantor pusat di Jakarta. SRC ini terkoneksi dengan Situation Room (SR) di seluruh wilayah konsesi HTI. “Yang di sini hanya untuk melihat di Riau saja, untuk seluruh lahan kohensi Sinar Mas dan mitra pemasok bisa dilihat di Jakarta,” kata Sujika.
Situation Room ini, lanjut Sujika, sebuah ruang kontrol yang melakukan deteksi dini kebakaran 24 jam non-stop di wilayah konsesi APP melalui pengolahan data dari citra satelit yang akan diverifikasi oleh petugas di lapangan. Data yang mencakup Geospasial Information System (GIS) ini diambil dari NASA, BMKG, juga Kementerian LHK, yang meliputi data suhu, cuaca, arah dan kecepatan angin, sebaran karbon, dan sebagainya.
Fungsi utama SRC adalah memberikan informasi kepada seluruh pemasok APP mengenai ada tidaknya hotspot atau titik panas secara real-time di wilayah konsesi terkait. “Terkadang orang salah hot spot itu titik api, padahal hot spot hanya 15% dari potensi api, hot spot terbaca dengan 40 celcius,” kata Sujika.
Langkah ketiga, lanjut Sujika, Pemetaan Jalur Patroli. Sujika mengatakan pemetaan ini dilakukan secara berkala oleh petugas pemadam terutama di wilayah yang dianggap rawan kebakaran. Intensitas patroli disesuaikan dengan informasi tentang potensi kebakaran dari Situation Room dan panduan Fire Danger Rate System (FDRS) dari BMKG.
Langkah terakhir Kesiagaan Regu Pemadam Kebakaran (RPK). RPK bertindak berdasarkan panduan FDRS (Fire Danger Rating System) atau Sistem Peringkat Bahaya Api yang mengklasifikasi intensitas dan risiko kebakaran.
FDRS ini terbagi menjadi Rendah (warna Biru), Medium (Hijau), Tinggi (Kuning), dan Eksktrem (Merah). Pada prinsipnya, semakin tinggi peringkat FDRS, semakin intens dan siaga para petugas RPK beserta peralatan pemadamnya.
“Kalau merah Situation Room ini ramai, bekerja 24 jam, di bagi dua shift, kalau biru ya sepi begini, cuma komandannya aja,” kata Sujika.
Sujika mengatakan semua pos pantau memiliki personel yang siap dalam 24 jam per hari dan 7 hari per minggu. RPK juga memeriksa dan menguji coba seluruh peralatan. Tim inti RPK siaga untuk operasi pemadaman kebakaran
Dari segi personel, terdapat 2700 anggota RPK terlatih dan bersertifikat yang tersebar di 266 pos pantau. RPK juga dilengkapi dengan 160 unit mobil pemadam, 500 unit kendaraan patroli, serta 1150 pompa air.
Sujika mengatakan para RPK dibekali skill tertentu dalam penanggulangan kebakaran hutan melalui berbagai pelatihan. Beberapa pelatihan yang diberikan Fire Basic Training, Manggala Agni Training, Crew Leader Training, Pump Operator Training, Excavator Operator Training, Helitack Training, dan ICS Training.
“Ini menunjukan betapa seriusnya kami menanggulangi kebakaran, mungkin bisa dibilang sebagai perusahaan perhutanan dengan jumlah personel RPK terbesar di dunia,” tambah Sujika.
(Sumber: Republika )