Teknologi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern. Oleh karena itu, tidak heran jika para developer properti berlomba-lomba menawarkan sebuah konsep smart city untuk menunjang kehidupan masyarakat.
Salah satu developer properti yang serius dalam membangun smart city adalah Sinar Mas Land dengan BSD City. Dalam kesempatan wawancara eksklusif dengan CTO Sinar Mas Land, Irvan Yasni, dijelaskan bahwa salah satu cara Sinar Mas Land menjadikan BSD City sebagai kota yang “smart” adalah dengan membangun komunitas teknologi.
Sehubungan dengan itu, Sinar Mas Land menghadirkan GeeksFarm dan WGS Hub di BSD City. PT WGS (Walden Global Services) adalah salah satu perusahaan jasa IT di Indonesia yang menyediakan solusi enterprise dan programmer outsourcing. WGS Hub hadir sebagai konsep retail fisik yang menawarkan jasa pembuatan software/aplikasi.
Sementara, GeeksFarm adalah perusahaan yang melatih orang-orang yang tertarik di dunia teknologi untuk menjadi programmer. GeeksFarm dan WGS Hub saling terkait. CEO WGS Hub, Anton Ong menjelaskan bahwa GeeksFarm akan melatih orang-orang yang berminat dan berbakat di bidang IT untuk menjadi manpower di balik WGS Hub.
Irvan menjelaskan, untuk membangun dan mengembangkan komunitas di BSD City, maka memerlukan talent pool. Kunci utama untuk menarik perusahaan-perusahaan besar agar tertarik berkantor di BSD City adalah dengan menyediakan banyak talenta.
“Sehingga para pemain Digital Hub tidak perlu lagi mencari dari luar, tapi sudah disediakan di sini,” ujar Irvan. Selain itu, tidak tertutup kemungkinan seseorang yang memang memiliki kemampuan mumpuni tertarik untuk membuat startup. “Talent itu menjadi perusahaan kecil, kemudian diinkubasi menjadi perusahaan menengah, lalu menjadi perusahaan besar,” kata Ivan.
Bersama dengan WGS Hub, GeeksFarm adalah salah satu pihak yang diundang oleh Sinar Mas Land untuk memperkaya komunitas teknologinya. GeeksFarm memiliki tujuan untuk melatih orang-orang yang tertarik dengan dunia teknologi, mulai dari anak-anak hingga pekerja IT profesional.
Secara keseluruhan, GeeksFarm membagi pelajaran yang mereka tawarkan ke dalam empat kategori, yaitu Basic Coding Training, Advanced Workshop, Coding for Kids, dan Startup School. Saat ditemui di The Breeze, co-founder GeeksFarm, Rhesa Surya Atmadja menjelaskan, mereka mengadakan kelas dengan murid kurang dari 10 orang.
“Biasanya, kami membatasi jumlah pelajar di kelas, di bawah 10 orang, supaya pelajarannya tidak satu arah,” kata Rhesa. Dia menjelaskan, pengajar tidak hanya akan berdiri di depan untuk menjelaskan materi pembelajaran. Dia akan mengitari kelas, lebih sebagai pendamping. “Agar interaksinya bagus. Kalau tidak mengerti, murid bisa langsung bertanya.”
Selama ini, Rhesa tidak pernah kekurangan orang yang tertarik untuk belajar. Sebab, dunia memang sedang berubah. Kini, teknologi menjadi fokus kehidupan. Saat ini, sedang terjadi kekurangan tenaga programmer.
Itu menjadi salah satu alasan mengapa GeeksFarm menyediakan kelas pembelajaran pemprograman untuk anak-anak. Rhesa menuturkan, dalam mengajar anak-anak, kuncinya adalah mengajar dengan cara yang menyenangkan. Setelah anak senang dengan cara belajar, maka anak itu akan belajar dengan sendirinya tanpa merasa terbebani.
Khusus untuk anak-anak, mereka diajarkan bahasa pemprograman Construct 2. Menurut Rhesa, sebaiknya anak-anak diajari bahasa yang sederhana. Yang penting adalah mengajarkan logika pada anak-anak. “Karena programming is all about logic. Kalau logikanya bagus, pasti bisa jadi programmer.”
Selain menyediakan kelas pembelajaran coding untuk anak dan dewasa, GeeksFarm juga menyediakan pelatihan gratis. Namun, tidak sembarang orang bisa mengikuti pelatihan ini. Salah satu syaratnya, calon peserta berusia produktif, di bawah 30 tahun. Selain itu, peserta juga harus bersedia disalurkan bekerja.
Sebelum dilatih, GeeksFarm juga akan menguji kemampuan matematika dan IQ calon peserta. Menariknya, jika kelak di tengah pelatihan peserta merasa tidak sanggup bekerja sebagai programmer, dia tidak diharuskan membayar biaya pelatihan di GeeksFarm.
“Biarkan itu menjadi bekal dia,” kata Rhesa. Namun, kasus demikian jarang terjadi. Mayoritas orang yang mereka latih sanggup menyelesaikan keseluruhan pelatihan. “Karena biasanya yang datang ke kita adalah orang yang mau bekerja. Kasarnya, kalau bisa dilatih seminggu, besoknya langsung kerja.”
Pelatihan tersebut memakan waktu sekitar 2 bulan. Pelatihan dilakukan setiap hari, Senin hingga Jumat. Mengenai kurikulum, sebanyak 20-30 persen adalah teori. Sementara, 80-70 persen merupakan praktik.
“Kita percaya dengan program Presiden Joko Widodo tentang Revolusi Mental, yang salah satunya adalah tenaga kerja siap pakai,” ujar Rhesa. Lantaran memiliki visi yang sama dengan WGS, yaitu untuk memajukan Indonesia, maka GeeksFarm pun tertarik menjalin kerja sama.
Rhesa pun mengakui, Sinar Mas Land juga memiliki tujuan serupa. Hal inilah, menurutnya, yang membuat kerja sama di antara ketiganya dapat terjalin lancar.
Lalu, apa alasan Sinar Mas Land memilih untuk bekerja sama dengan GeeksFarm dan WGS?
CTO Sinar Mas Land, Irvan Yasni, menjelaskan, “Kami sudah lihat business model dan portfolio mereka dan mereka bukan sekadar startup baru.” WGS tidak hanya melayani klien dari dalam negeri, tapi juga luar negeri. Produk-produk yang ditawarkan pun inovatif.
“Kita pikir, mereka adalah salah satu yang bisa memperkaya ekosistem kita. Mereka tidak sekadar bertempat di sini, tapi juga dapat membangun komunitas,” kata Irvan.
Dia mengaku, meski ingin membangun komunitas teknologi dan tempat yang nyaman untuk startup, Sinar Mas Land tidak akan asal menerima startup. Tim Sinar Mas Land akan menganalisa startup yang pantas dijadikan bagian dari ekosistem tengah mereka kembangkan. Cara ini untuk menghindari startup yang tidak serius.
“Kita percaya mereka punya portfolio yang bagus, rencana yang bagus, perkembangan yang bagus,” kata Irvan menjawab pertanyaan tentang kriteria startup yang dianggap baik.
Selain memperkaya komunitas melalui kerja sama dengan startup dan perusahaan teknologi, Sinar Mas Land juga akan mengadakan berbagai acara yang bertujuan memperkenalkan kepada masyarakat mengenai beragam fasilitas yang BSD City sediakan.
Para komunitas pecinta teknologi juga bisa menjadikan BSD City sebagai tempat berkumpul. Jika mereka ingin mengadakan pertemuan kecil-kecilan, mereka bisa memanfaatkan The Breeze atau Green Office Park. Bila mereka ingin mengadakan pertemuan besar, mereka bisa menggunakan ICE.
Salah satu keuntungan membuat acara di BSD City, menurut Irvan, adalah karena harga yang lebih terjangkau. Dibandingkan Jakarta, harga sewa di BSD City lebih murah. Dia juga yakin BSD City merupakan tempat yang cocok untuk para komunitas pecinta teknologi karena tempatnya nyaman.
“Orang teknis itu sambil berpikir, sambil melihat jauh,” kata Irvan menjelaskan. “Kalau kita melihat pemandangan hijau, bisa membuka pikiran. Kalau buka jendela ketemunya tembok, enggak jauh buka pikirannya.”
Strategi Sinar Mas Land untuk mengembangkan smart city yang berfokus pada komunitas, didukung oleh Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf. Menurutnya, strategi tersebut adalah cara yang paling tepat. Setelah propertinya ada, tugas penting lainnya adalah mengikutsertakan komunitas. “Kalau komunitas tidak disertakan, akan berat sekali. Harus ada komunitas, akademisi dan mahasiswa,” ucap Triawan.
Ayah dari penyanyi Sherina Munaf itu menyarankan agar Sinar Mas Land ‘menggarap’ mahasiswa yang memang kampusnya ada di BSD City. Sebab, anak muda menjadi kunci untuk mengembangkan komunitas.
Dalam hal ini, pengelola harus memudahkan komunitas untuk berkreasi. Keberadaan co-working space merupakan salah satu elemen yang atraktif. Selain itu, akses ke tempat tersebut mudah dan jaringan internet yang baik.
Dikatakan Triawan Munaf, hanya developer yang serius yang dapat mengembangkan smart city. “Perlu investasi yang cukup lama, karena tidak bisa langsung. Jadi, memang harus punya komitmen penuh, baru akan terasa berbeda,” ujarnya.
Memang tak tertutup kemungkinan ada developer properti yang menjadikan ‘smart city’ sebagai embel-embel promosi dari kawasan yang sedang mereka bangun. “Namun, saya yakin masyarakat akan segera tahu jika smart city hanya digunakan sebagai trik promosi,” kata Triawan.
Untuk mengembangkan smart city, developer yang serius harus rela mengeluarkan uang tidak sedikit pada awal pembangunan. Termasuk upaya mengembangkan komunitas.
(Sumber: Metrotvnews )