Menggalang solidaritas para penyintas Covid-19, guna menjadi penyelamat berlangsung dalam Bakti Sosial Donor Plasma Konvalesen di Sinar Mas Land Plaza, Jakarta. “Kami mengajak seluruh keluarga besar Sinar Mas penyintas Covid-19 untuk bergabung melakukan donor plasma konvalesen, sebagai bentuk solidaritas bersama menghambat perluasan pandemi,” kata Managing Director Sinar Mas Saleh Husin dalam kegiatan yang terselenggara atas kerja sama Sinar Mas bersama Yayasan Buddha Tzu Chi Cabang Sinar Mas, menggandeng Palang Merah Indonesia, Kamis (8/4/2021).
Menurutnya, meskipun inisiatif donor plasma konvalesen telah resmi menjadi gerakan nasional oleh Wakil Presiden, Ma’ruf Amin sejak Januari silam, masih dibutuhkan sosialisasi yang jelas dan menyeluruh agar masyarakat, para penyintas ikut tergerak. “Apa yang kami lakukan adalah sebagian dari upaya sosialisasi serta edukasi di lingkup Sinar Mas. Harapannya, akan semakin banyak lagi rekan dan karyawan Sinar Mas yang berdonor. Sekaligus mengingatkan jika virus ini dapat menginfeksi siapapun, jadi jangan pernah menjauhi para penyintas, karena sangat mungkin mereka yang justru menyelamatkan kita di kemudian hari,” ujar Saleh.
Sebanyak 122 karyawan berpartisipasi, dan setelah menjalani proses pemantauan sehari sebelumnya, 17 orang di antaranya memenuhi syarat selaku donor plasma, yang disaksikan oleh dokter pemrakarsa terapi plasma konvalesen bagi pasien Covid-19, Theresia Monica Rahardjo, Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya PMI DKI Jakarta, Syarifuddin, bersama Pembina Yayasan Buddha Tzu Chi Sinar Mas, Hong Tjhin.
Salah seorang donor, Triyanto Susilo mengaku takut melihat jarum, apalagi yang menusuk lengannya. Namun setelah sembuh, dan melihat orang lain terinfeksi, bahkan ada yang meninggal dunia, ia membulatkan niatnya. “Kan tidak semua orang bisa mendonorkan plasmanya. Saya salah satunya, jadi saya harus bisa,” ceritanya.
Theresia Monica menganggap inisiatif donor plasma pagi itu sebagai hal mulia, baik di mata sesama, maupun di sisi Tuhan. “Apa yang dilakukan Sinar Mas menjadi sebagian jawaban atas kebutuhan masyarakat. Kami juga mengimbau saudara-saudara penyintas untuk tidak ragu berdonor karena kami memberlakukan protokol kesehatan yang ketat di masa epidemi seperti ini.”
Selagi vaksinasi berlangsung, dan berbagai negara berupaya mengembangkan obat yang paling sesuai, metode imunisasi pasif ini dapat menjadi salah satu pilihan pengobatan yang terjangkau. Di mana antibodi dari penyintas ditranfusikan untuk membangun kekebalan dalam tubuh pasien bergejala sedang hingga berat. Menurut Hong Tjhin, wabah yang masih berlanjut mendorong pihaknya menggalang solidaritas publik untuk membantu sesama melalui berbagai metode terapi yang ada.
Sebelum plasma darah dapat diterima oleh pasien Covid-19, donor terlebih dulu mesti memenuhi ketentuan medis, di antaranya setidaknya telah 14 hari terbebas dari Covid-19, mengutamakan donor pria, atau wanita yang belum lagi pernah menjalani kehamilan, berusia antara 18 hingga 60 tahun, dengan berat badan minimal 55 kg, terbebas dari sejumlah penyakit, dan harus melalui proses pemantauan kondisi antibodi (screening) sehari sebelumnya.
Layaknya donor darah, mereka yang telah lolos screening mesti menjaga kondisi sebelum pengambilan plasma dengan menghindari makanan berminyak dan mengandung santan, banyak mengonsumsi air putih, serta tak lupa cukup beristirahat. Kesempatan mendonorkan plasma darah hanya dapat dilakukan penyintas hingga tiga bulan pascasembuh. Sementara saat proses terapi berlangsung, penilaian medis yang prima dari para dokter penanggung jawab pasien sangat berperan menentukan keberhasilannya. Oleh karenanya, sosialisasi diperkuat, lagi melalui seminar daring, Kamis (15/4/2021). “Mengingat proses donor plasma konvalesen mensyarakatkan sejumlah hal yang cukup detil, dalam kurun waktu yang singkat,” kata Hong Tjhin.
Dalam seminar, Theresia Monica yang akrab disapa Dok Mo, mengaku terkenang pesan Santi Ariviani Monardo, istri Kepala Badan Penanggulangan Bencana, Doni Monardo yang mengharapkan semua komponen bangsa untuk bersama-sama mencegah penularan, menurunkan angka morbiditas, dan juga mortalitas. “Vaksinasi menjadi sarana pencegahan dan proteksi di hilir, sementara terapi plasma konvalesen sebagai salah satu sarana pengobatan di hilir,” ujarnya memberi gambaran.
Saleh meyakini, terapi plasma konvalesen belum menjadi pilihan bukan karena lemahnya solidaritas atau kepedulian masyarakat. “Namun lebih karena ketidaktahuan publik, termasuk para penyintas selaku pendonor,” katanya. Agar sosialisasi semakin berdaya, dilibatkan pula Pengusaha Peduli NKRI, sebuah adalah gerakan sosial lintas sektor privat – di mana Sinar Mas adalah satu di antaranya – yang sejak pandemi berlangsung, aktif menyalurkan donasi peralatan medik, alat pelindung diri, perangkat uji cepat, serta suplemen kesehatan dan bahan pangan bagi para petugas medis, juga masyarakat.
Sosialisasi berkala dan meluas, khususnya setelah pemerintah menjadikan terapi alternatif ini sebuah gerakan nasional sangat membantu memenuhi kebutuhan publik yang meningkat. Senada dengan Saleh Husin, Ketua Bidang Unit Donor Darah Palang Merah Indonesia Pusat, Linda Lukitari Waseso mengatakan, para pendonor kerap terkendala pemahaman yang kurang akan prasyarakat medis dan prosedural yang mesti dipenuhi. “Padahal semangat mereka untuk berdonor tinggi,” ungkapnya. Demikian juga para keluarga pasien yang karena ketidaktahuan, datang berharap plasma ke PMI tanpa rekomendasi dokter atau rumah sakit.
Situasi ini mendorong muncul inisiatif publik untuk berjejaring. Menurut pendiri plasmahero.id, Ariani, mereka menugaskan sampai tiga orang sebagai narahubung 24 jam penuh guna melayani pertanyaan masyarakat. “Kami terus-menerus menjawab dan memberikan edukasi tentang apa donor plasma konvalesen, syarat-syaratnya, alurnya, sampai akhirnya mereka bisa berdonor. Termasuk membantu mencarikan lokasi PMI terdekat yang melayani donor plasma konvalesen.” Titik terang mulai terlihat, karena menurut Linda, jika di tahun 2020 terdapat rentang yang lebar antara permintaan pasien dengan ketersediaan plasma, pada April ini, pihaknya telah memiliki cadangan sekitar 33.000 labu plasma, tersebar di penjuru Indonesia.
Dok Mo mengapresiasi peran PMI selaku tulang punggung ketersediaan plasma konvalesen yang melaksanakan mulai dari screening, pengambilan dan penyimpanan plasma dengan standar terbaik, kemudian mendistribusikan puluhan ribu kantong plasma ke seluruh Indonesia, sembari membangun pangkalan maha data, serta bank plasma, sehingga antrean pasien dapat terurai. “Pencapaian ini tidak lepas dari solidaritas masyarakat lewat berbagai gerakan donor plasma konvalesen, sehingga ketersedian plasma semakin meningkat,” ujarnya.
Penulis: Jaka Anindita
Kontributor: Yulrandro Dave
Desainer: Dede Ilham F
Fotografer: Noveradika Priananta
Videografer: Andri Riza
Tags: Ariani, Corporate Communications, Donor darah, Donor plasma konvalesen, Eka Tjipta Foundation, ETF, Hong Tjhin, Jaka Anindita, Joice Budisusanto, Ketua Bidang Pengembangan Sumber Daya PMI DKI Jakarta, Kilas, Kompas, Linda Lukitari Waseso, Palang Merah Indonesia, Plasmahero, PMI, President Office, President Office Sinar Mas, Saleh Husin, Screening, Sidhi Pintaka, Sinar Mas, Sinar Mas Financial Services, Sinar Mas Land Plaza, sinarmas, SMILE Magazine, SMILE Magz, Syarifuddin, Terapi plasma konvalesen, Theresia Monica Rahardjo, Transfusi, Triyanto Susilo