Terpilihnya Indonesia sebagai tuan rumah Kejuaraan Dunia Karate Junior, Kadet dan di Bawah Usia 21 Tahun adalah penghargaan tersendiri. World Karate Federation yang tengah mengupayakan cabang ini bisa dipertandingkan dalam Olimpiade 2020 di Tokyo, tampaknya tahu benar jika ingin misinya sukses, harus ada dukungan dari negara sebesar Indonesia. Setelah rangkaian WKF Premier League yang sejak tahun 2012 juga mampir di Jakarta, ajang ini bisa jadi salah satu pengakuan akan pentingnya posisi Indonesia.
Tapi tak kalah penting dari semua tadi, bagi Indonesia tidaklah mungkin di ajang sebesar ini hanya menjadi tuan rumah yang baik. Ada unsur gengsi dan harga diri bangsa yang harus dijaga. Harapan bagi karateka remaja Indonesia praktis tidak ringan. Seluruh kekuatan karate dunia hadir di ICE BSD City, Tangerang Selatan. Mulai dari Jepang, Prancis, Italia, Turki hingga negara-negara Eropa Timur pecahan Uni Soviet yang secara tradisional selalu tampil kuat di berbagai tingkat kejuaraan hadir disana. Indonesia sendiri, sepanjang keikutsertaannya dalam kejuaraan dunia, baik di tingkat junior maupun senior, meski sudah memenangkan beberapa medali, belum pernah bisa meraih medali emas. PB FORKI mencoba tahu diri dengan hanya menargetkan satu keping medali emas dalam kejuaraan yang berlangsung sepanjang 12-15 November.
Ketua Umum PB FORKI, Gatot Nurmantyo jelang dimulainya kejuaraan.
Di hari pertama, kontingen Indonesia melakukan awal yang datar. Sejumlah karateka harus tersisih cukup awal. Tapi situasi mulai berbeda ketika hari itu, Ahmad Zigi Zaresta mendapatkan medali emas nomor kata perorangan putra junior dengan menyisihkan Xabier Pereda Elorduy asal Spanyol. Ini emas pertama Indonesia di sebuah kejuaraan dunia karate. Keesokan harinya, karateka Indonesia tampil makin percaya diri. Ceyco Georgia Zefanya yang tampil dalam kumite putri +59 kg junior di final berhasil mengalahkan karateka Turki, Eda Eltemur, dan diikuti penampilan apik Faqih Karomi di nomor kumite putra -70 kg kadet yang mengalahkan karateka Spanyol, Marc Camacho Torres.
Laju prestasi tim nasional Indonesia ditutup medali emas keempat yang diperoleh Muhammad Fahmi Sanusi setelah mengalahkan – lagi-lagi – karateka Spanyol, Alejandro Molina Arencon di final kelas kumite putra -76 kg junior. Hingga kejuaraan dunia usai, karateka Indonesia berhasil mengantar negaranya menempati peringkat ke-4 keseluruhan. Sejarah baru bagi tim nasional, PB FORKI, dunia olah raga Indonesia, dan ICE BSD adalah saksinya.
Ahmad Zigi Zaresta, juara dunia karate pertama yang dimiliki Indonesia.
Atmosfer Serba Pertama di ICE
World Karate Cadet, Junior and U21 Championships 2015 adalah gelaran pertama kejuaraan dunia di Indonesia Convention Exhibition BSD City. Tapi yang pertama tidak hanya itu. Indonesia melalui PB FORKI juga baru pertama kali berkesempatan menjadi tuan rumah sebuah kejuaraan dunia karate. Empat medali emas yang dimenangkan dari gelaran sepanjang empat hari tersebut juga merupakan kali pertama karateka Indonesia mampu meraih emas di kejuaraan dunia. Begitu juga para atlet yang turun gelanggang, sebagian besar dari mereka baru kali ini merasakan atmosfer sebuah kejuaraan dunia. Setelah ingar bingar selesai, layak kita berharap akan lebih banyak lagi kegiatan olahraga skala dunia yang berlangsung di ICE, dan lebih banyak lagi kesuksesan yang bisa diraih atlet nasional Indonesia.
Semaraknya ICE BSD saat pembukaan.
Ceyco Georgia Zefanya (kiri) mengakhiri partai menegangkan melawan Eda Eltemur dengan kemenangan 6-5.
Muhammad Fahmi Sanusi (sabuk merah) harus jatuh bangun sebelum jadi juara.
Rekan setim, karateka timnas senior, dan para karateka pelatda jadi pendukung utama
Menunggu giliran bertanding, bisa membosankan…
Bisa sangat sibuk…
Bisa juga menegangkan…