Pakar hukum dan Ketua Mahkamah Konstitusi 2008-2011, Mohammad Mahfud M.D. mengingatkan agar optimisme tetap dipelihara saat mengarungi tahun 2017, karena terlepas dari sejumlah aksi intoleransi atau radikalisme yang belakangan muncul, mengatasnamakan agama, pluralisme di Indonesia tetap kental dan terjahit erat oleh Pancasila, yang disebutnya sebagai mukjizat bagi bangsa Indonesia.
Mohammad Mahfud M.D. Pluralisme yang kental dan kehadiran Pancasila membuat demokrasi tumbuh di Indonesia
Dalam Executive Gathering, Perayaan Tahun Baru 2017 dan Imlek 2568 di Sinar Mas Land Plaza, Jakarta (6/2), Mahfud menilai aksi-aksi yang tadi disebutnya, lebih berlatar belakang upaya mendapatkan saluran keadilan, dan bukan upaya anti keberagaman apalagi anti Pancasila. “Melalui penegakan keadilan, hukum dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, aksi semacam itu akan menghilang dengan sendirinya. Terlebih, Pancasila sudah teruji sepanjang sejarah perjalanan bangsa,” ujarnya di hadapan lebih dari 200 orang undangan yang terdiri dari para Sinar Mas Board Members, jajaran advisor, para direksi dari seluruh pilar bisnis, pimpinan sejumlah media nasional, serta sejumlah tokoh seperti Yenny Wahid dan Mari E. Pangestu.
“Kita beruntung hidup di Indonesia, di mana pluralitas begitu nyata, tapi pluralisme terjaga dengan baik,” ujarnya.
Pluralitas dan Pluralisme
Jika kita sedikit bingung membedakan pluralitas dan pluralisme, pakar hukum kelahiran Sampang, Madura, 60 tahun silam, Prof. Dr. Mohammad Mahfud M.D., S.H., S.U. punya jawabnya. Menurutnya, pluralitas adalah fakta atau realita, bahwasanya setiap bangsa – khususnya bangsa Indonesia – hidup dalam keberbedaan, tidak tunggal. Mulai dari suku, agama, ras, kedaerahan, warna kulit dan banyak lagi. Dalam ilmu politik, ini dikenal sebagai ikatan primordial.
Sementara pluralisme adalah cara bagaimana memperlakukan realita itu tadi. Jika diibaratkan kehidupan di sebuah rumah yang besar dengan kamar yang banyak dan berbeda-beda, saat berada di kamar masing-masing, penghuninya bebas melakukan hampir apa saja, tetapi saat mereka bergabung ke ruang makan, disana sudah ada aturan bersama bagaimana makanan dimasak, disajikan dan dinikmati bersama, dengan adil, sehingga kehidupan di rumah tersebut tetap aman dan nyaman.
Perbedaan adalah kuasa Tuhan, yang tujuannya memberi kita kesempatan untuk berbuat baik terhadap sesama. Jika sampai terjadi kekerasan berlatar primordial, sudah pasti itu melanggar ajaran agama, apapun. Karena agama melarang kekerasan dan represi terhadap perbedaan, antara sesama manusia,” pesannya.