Memperingati Hari Kemerdekaan ke-72 Republik Indonesia, dilakukan Asia Pulp & Paper Sinar Mas menggandeng Slank dalam rangkaian tur bertajuk Silaturahmi: Merajut Kebangsaan. Berlangsung sepanjang 12-17 September 2017, pemantasan menjangkau empat kota, yaitu Ciamis (13/9), Brebes (14/9), Batang (15/9), dan Mojokerto (17/9), dari barat ke timur Jawa. Berbeda dengan tur musik pada umumnya, semua rangkaian acara berlangsung di pondok pesantren pada tiap kota.
Tur yang melibatkan juga budayawan Zastrouw Al Ngatawi ini merupakan wujud kepedulian Slank dan APP Sinar Mas dalam merawat keberagaman dan perdamaian bangsa. Silaturahmi melalui musik merupakan cara efektif dan universal dalam menjembatani segala jenis perbedaan. Direktur APP Sinar Mas, Suhendra Wiriadinata mengaku pihaknya terpanggil ambil bagian guna menjaga persatuan bangsa. “Sinar Mas yang sudah berusia 78 tahun berdiri di atas keberagaman. Kami meyakini bahwa keberagaman yang bisa dipersatukan akan menghasilkan sesuatu yang baik dan berkelanjutan,” tutur Suhendra.
Karena menyambangi pesantren, sudah barang tentu tak hanya pemantasan musik semata yang digelar, namun juga berbagai kegiatan, mulai dari ziarah makam, bakti sosial berupa bazar minyak goreng murah, penanaman pohon, penyerahan bantuan ke pesantren, dialog budaya dan kebangsaan bersama tokoh dan santri, hingga sampai pada puncaknya, pementasan Slank. Salah satu lokasi yang menjadi persinggahan adalah Pondok Pesantren Amanatul Ummah yang terletak di desa Kembang Belor, Kecamatan Pacet, Mojokerto, Jawa Timur. Pondok pesantren yang terletak di kaki Gunung Wilerang dan dikelilingi oleh sawah dan hutan pinus itu menjadi tempat sekitar 12.000 santri menimba ilmu.
Diawali Bazaar Rakyat di balai desa Kembangbelor yang disambut antusiasme warga sekitar pesantren, acara berlanjut dengan dialog budaya dan kebangsaan di Masjid Raya Abdul Khalim. Selain diisi personel Slank dan Zastrouw Al Ngatawi, hadir pula Direktur Sinar Mas, Yan Partawijaya. Berikutnya, giliran Slank tampil di atas panggung yang didirikan di lapangan pesantren. Yang menjadikannya istimewa, di tengah-tengah pertunjukan musik disisipkan tausiah oleh Zastrouw. Ribuan santri dan penggemar fanatik Slank yang kerap disapa Slankers berbaur dalam alunan musik rock sekaligus menyimak tausiah secara khidmat.
Mengambil inspirasi dari setiap lagu yang dibawakan, Zastrouw menafsirkan dan membedah lirik-lirik lagu tersebut menjadi pesan kebangsaan, nasionalisme juga moral yang sarat makna. Mulai dari ajakan untuk berdoa sebelum memulai kegiatan, pesan anti-korupsi, bersedekah, hingga menebar virus perdamaian di muka bumi. Zastrouw memaparkan bahwa pola seperti ini sudah terjadi di era Wali Songo dan ulama-ulama Nusantara. Pada saat itu yang terkenal adalah wayang, gamelan, dan tembang macapat. “Dalam konteks kekinian, wayang, gamelan, dan macapat mengalami metamorfosis menjadi musik rock. Ini kita jadikan metode untuk menyampaikan pemikiran serta ajaran tentang keislaman. Dakwah itu intinya adalah untuk memanggil. Dan cara dakwah harus disesuaikan dengan kadar kemampuan pihak yang dipanggil,” Zastrouw menyinggung bahwa generasi muda saat ini tengah terkepung dari dua penjuru: liberalisme yang berujung hedonisme dan fundamentalisme agama. “Slankers sebenarnya butuh bimbingan dan arahan, atau serum yang bisa menahan dari godaan tersebut, akan tetapi dengan dosis dan metode yang tepat.”
Di antara ribuan penonton, ada Parman. Slanker asal Jember berusia jelang tiga puluh tahun yang mengaku tiba ke pesantren Amanatul Ummah menumpang truk secara estafet. Belum lagi ia harus menempuh sisa perjalanan dari jalan raya menuju ke lokasi pesantren yang cukup terpencil dengan berjalan kaki hingga 6 kilometer, dengan kondisi jalan berkelak-kelok dan naik turun. Ia mengaku memperoleh pengalaman berbeda, karena selain disuguhi hiburan musik, dirinya juga dapat mendengarkan tausiah di atas panggung.
“(Tausiah) ini kan untuk diri kita sendiri juga. Saya belum pernah ke pondok pesantren sebelumnya. ustadz (Zastrouw Al Ngatawi) tadi mengingatkan kita bahwa kerja biar dapatnya sedikit yang penting halal. Lalu kita juga diingatkan untuk beramal,” ujar Parman. Parmanmengaku puas, dan dengan senang hati akan kembali hadir jika Slank menggelar tur keliling pesantren pada kesempatan lain.
Perihal tausiah lewat musik, Pengurus Yayasan Amanatul Ummah, Gus Bara menyatakan bahwa segala nilai sejatinya dapat ditransfer melalui medium apapun, termasuk melalui musik. Dan ketika ditanya pendapatnya mengenai Slankers yang berbondong-bondong datang ke pesantren untuk menikmati pertunjukan musik, ia mengambil sisi positifnya. “Slankers ataupun yang lainnya, mereka sama-sama bagian dari bangsa ini. Mereka tetap harus dihormati sebagai anak bangsa ini. Harapan kami dengan datangnya Slankers ke pondok pesantren agar dapat lebih mengenal dan memahami nilai-nilai filosofis lagu-lagu Slank,” pungkas Gus Bara.
Meski hanya tiga lagu, tapi terlalu manis untuk dilupakan.
Terlalu Manis untuk Dilupakan
45 tahun berdiri, daftar tamu di PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk., Mojokerto sangatlah panjang. Pejabat publik, investor, para tokoh, baik dari dalam maupun luar negeri banyak yang telah berkesempatan sowan ke sana. Begitu pula dengan para pelajar dan mahasiswa, serta masyarakat sekitar. Sejumlah pesohor juga pernah datang. Tapi ketika tamu yang hadir sampai menimbulkan histeria, sangat mungkin baru terjadi ketika Slank, hari Minggu (17/9) tiba, berkeliling, dan tentu saja menyanyi di pabrik.
Namun keterkejutan bukan hanya milik keluarga besar Tjiwi Kimia, karena para personil Slank pun ganti dibuat kagum ketika menyimak dari dekat proses pembuatan kertas dan tisu. Bunda Iffet yang turut serta dalam rombongan, demi melihat kantong kemasan sejumlah merek ternama asal luar negeri berasal dari Desa Kramat Temenggung, Sidoarjo, turut menyampaikan pula kekagetannya.