Memberi sentuhan kekinian, itu arahan yang diperoleh duet Hugo Agoesto (kanan) dan Ricky Lionardi.
Behind The Scene Sinar Mas Song Aransemen Terbaru
Tigabelas tahun silam, Love Changes Everything yang membalut pementasan Aspects of Love karya Andrew Lloyd Webber menjadi pemantik inspirasi hingga hadir Himne Sinar Mas. Merasa pesan yang disenandungkan di dalamnya bersifat abadi atau timeless, langkah modernisasi atau membuatnya kekinian tertuju pada aransemen dan sound yang ada. Demikian komposer Hugo Agoesto mengingat arahan yang diterimanya dari pihak Sinar Mas. Panduan yang terkesan sederhana, namun eksekusinya tak sesederhana itu.
Menggubah lagu baru bukan perkara sederhana. Ribut Cahyono musisi yang juga psikolog mengingatkan jikalau lirik dan aransemen adalah kesatuan. “Kecenderungan saat ini, penggarapan aransemen lebih banyak terfokus pada sound atau estetika yang justru tak banyak pengaruhnya dalam penanaman pesan, tapi lebih ke soal selera.”
“Gak bisa bagaimana maunya kami. Namun tetap memberikan batasan atau boundaries yang jelas”
Menurutnya, nilai-nilai yang ingin dibagikan dalam sebuah lirik lagu dapat diperkuat melalui pengulangan seperti refrain, atau membuatnya terdengar kontras. “Kekuatan versi lama ada pada backing vocal yang mencerminkan kebersamaan mencapai tujuan,” kata Ibut begitu sapaan akrabnya. Dalam ruang kerjanya di kampus IKJ, Cikini, Pri Ario Damar turut menyinggung penggambaran sisi kebersamaan, “Koor, terutama di refrain, itu menggambarkan sisi kebersamaan sebuah korporat. Jika yang menyanyikan hanya satu atau dua orang saja, jingle jadinya.”
Memahami hal itu, Hugo bersama mitranya bermusik, Ricky Lionardi bergegas memadu padankan orkestra nan megah dengan band yang menyuarakan ketukan drum kuat sekaligus dinamis. “Tidak mengarah ke orkestra konvensional, karena ada nuansa moderen di dalamnya,” ujarnya di teras RL Studio, Pondok Indah, Jakarta Selatan. Referensi yang menjadi muara ide adalah lagu-lagu yang mengiringi film box office di tahun 2017, The Greatest Showman yang berkisah tentang kehidupan legenda impresario asal AS, P.T. Barnum.
Kecepatan dan efektivitas tampaknya takdir Himne Sinar Mas. Terlebih, pihak Sinar Mas tak menugaskan mereka menulis lirik baru. Imbasnya, menurut Hugo, mereka hanya membutuhkan sekitar dua pekan mengaransemen ulang, kemudian cukup dua kali presentasi, berikut hanya sekali revisi kecil untuk meyakinkan pihak Sinar Mas akan aransemen himne versi anyar. Ia tak lupa memuji bangunan aransemen terdahulu yang menurutnya memudahkan dirinya dan Ricky melakukan pembaruan, “Secara lagu bagus, feel korporatnya dapat. Pembaruan kami lakukan dari segi sound,” ungkapnya.
“lagu ini saya sumbangkan untuk perusahaan. Jika di kemudian hari ada keperluan lain, mau membuat versi apapun, itu kebijakan perusahaan”
Berlangsung sepanjang hampir empat bulan, Ricky yang selama ini banyak menggarap score music untuk film mengatakan tahap terpanjang terjadi kala bertukar ide dengan klien, khususnya dalam pemilihan penyanyi yang membawakannya nanti. “Tugas komposer adalah menggali apa yang Sinar Mas inginkan. Tantangan bagi kami, umumnya klien dari pihak perusahaan bukan orang yang berlatar belakang musik. Kadangkala mereka kesulitan menyampaikan apa yang mereka inginkan. Kami harus mampu menerjemahkannya sebaik mungkin. Gak bisa bagaimana maunya kami. Namun tetap memberikan batasan atau boundaries yang jelas.” Senada dengan apa yang disebut pemain bas band The Fly, Levi Santoso, “Layaknya membaca pikiran orang yang tidak berkecimpung di dunia musik.”
Karena itu, duet komposer ini merasa cukup mengajukan dua versi aransemen untuk dipilih. “Jika terlalu banyak alternatif justru menjadikan prosesnya tak berujung. Terus berubah pikiran, muncul ide-ide baru yang susah diaplikasikan. Kita buat A, maunya B. Nanti A campur B, dan B campur D, yang biasanya malah merusak aransemen,” kata Ricky mengilustrasikan diiringi senyum.
Setelah kelar, mereka mengatakan pembeda dengan versi awal adalah style dan packaging concept. Ricky menyebutkan, aransemen baru membuat lagu ini tidak lagi plek layaknya sebuah himne, namun tetap mereferensikan nilai-nilai perusahaan. Bentuk eksekusinya seperti diceritakan Hugo, dilakukan via remote recording melibatkan Budapest Scoring Orchestra, ”Kita nggak perlu jauh-jauh terbang untuk mendapatkan kualitas bunyi orkestra Eropa, yang mana menurut saya masih dan akan selalu jadi tempat terbaik. Orkestra memang kultur asli mereka.”
Sosok pertama yang merasakan pergeseran style seperti dimaksudkan Ricky dan Hugo, tak lain tak bukan adalah biduan pelantunnya. Mengenal Sinar Mas sebatas sensasi yang ia simak serta dengar, “Pernah dengar karena banyak sekali produk Sinar Mas, dan di Surabaya kalau lagi nyetir, eh melihat ada kantornya,” kini Mariska Setiawan, dengan karakter vokal sopran-nya mesti gerak cepat menginterpretasikan Hyme Sinar Mas versi baru.
“Yang seru, setelah mendengar lagu yang lama, aransemen baru ternyata jauh berbeda. Kalau yang lama kesannya megah dan klasik, sementara yang baru ini terasa banget lebih ngepop. Tantangan yang saya temui adalah membawakannya dengan cara crossover antara pop dan klasik,” ujarnya sembari mengaku tak ingat lagi berapa kali harus melakukan pengulangan kala take vocal. Selepas rekaman orekstra tuntas di Budapest, Hungaria, pekan kedua November mereka lanjut dengan pengisian koor.
Kamis pagi, 9 Januari 2020 yang bersalut rintik hujan menandai kali pertama Himne Sinar Mas versi anyar diperdengarkan pada publik. Lobi utama dan kabin lift di Sinar Mas Land Plaza, Jakarta menjadi tempatnya. Vokal Mariska Setiawan terdengar lamat-lamat, tak selantang suara Vincent Hakim pada himne versi terdahulu. Denting orkestra yang mengawal pun serasa tenggelam di kedalaman. Tampaknya, bukan saja telinga pendengarnya, namun juga pengaturan oleh awak ruang kendali manajemen gedung begitu pula adanya. Tengah menyesuaikan harmoni dengan warna baru Himne Sinar Mas.
Meski saat wawancara dirinya belum sempat mendengar seperti apa dan bagaimana perbedaan himne versi ‘kekinian’, Vincetia Arie selaku penciptanya bersikap terbuka, “Kan ingin menyentuh hati karyawan seluas-luasnya. Menjangkau yang masih sangat muda sampai ke yang senior. Dari saya, lagu ini saya sumbangkan untuk perusahaan. Jika di kemudian hari ada keperluan lain, mau membuat versi apapun, itu kebijakan perusahaan,” ungkapnya santai.
SMILE Magazine edisi ke-20. Bagian kelima dari enam artikel
Penulis: Jaka Anindita
Kontributor: Yulrando Dave, Anjani H Utami
Editor naskah: Sidhi Pintaka
Foto: Noveradika, RL Studio
Desain: Dede Ilham Fitriana
Tags: Andrew Lloyd Webber, Anjani Harum Utami, Budapest Scoring Orchestra, Corporate Communications, Dede Ilham Fitriana, Himne, himne sinar mas, Hugo Agoesto, hymne, hymne sinar mas, Jaka Anindta, Levi Santoso, Love Changes Everything, Mariska Setiawan, Nicolaus Victor, Noveradika, PT Barnum, Ricky Lionardi, RL Studio, Sidhi Pintaka, Sinar Mas 6 Values, Sinar Mas Shared Values Song, Sinar Mas Song, sinarmas, SMILE Magazine, SMILE Magz, The Fly, The Greatest Showman, Vincent Hakim, Vincentia Arie, Yulrando dave