“Untuk memperkuat inisiatif kolaborasi produktif di sektor pangan saya minta Kadin memberikan pendampingan kepada satu juta petani swadaya. Saya mendengar di awal tahun 2020 sudah dilakukan, dan saya menunggu komitmen pendampingan dua juta petani swadaya pada tahun 2023. Saya yakin Kadin mampu mencapai target ini. Saya sangat berharap model bisnis kolaboratif yang inklusif ini bisa mendongkrak sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru yang membuka lebih banyak lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan seluruh masyarakat Indonesia,” kata Presiden Joko Widodo mengawali Jakarta Food Security Summit ke-5 secara virtual, dari Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (18/11/2020).
Target dari kepala negara yang semakin menantang, kala dunia tengah diliputi pandemi, tentu bukan tanpa alasan. Sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan yang mampu tumbuh 2,2 persen ketika sektor lainnya tengah melemah menjadi pertimbangannya. Hal ini dilihat pemerintah sebagai momentum mendukung pemulihan ekonomi, dan begitu pandemi berlalu, lanjut melaju menjadi motor peningkatan kesejahteraan bangsa. Sebagian tampak dari pengawalan yang diberikan pemerintah, yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani dilakukan lewat penyaluran bantuan langsung tunai BLT bagi 80 juta penduduk pedesaan yang 3,7 juta di antaranya adalah petani, nelayan serta buruh nelayan. “Keseimbangan antara menjaga kesejahteraan para petani dan daya beli masyarakat, terutama masyarakat miskin di dalam keseimbangan harga pangan adalah kebijakan yang terus dijaga oleh pemerintah,” demikian Sri Mulyani.
Pengembangan sektor pangan menurut Menteri Koordiantor Perekonomian Airlangga Hartarto membutuhkan inovasi berbasis teknologi modern sehingga mampu meningkatkan efisiensi proses produksi, menghasilkan bahan pangan berkualitas, namun dengan harga terjangkau, sekaligus memperbaiki daya dukung lingkungan, namun mesti menyejahterakan para petani. “Harus meningkatkan peran sentral korporasi petani agar dapat mengedepankan nilai tambah on farm maupun off farm. Jadi, saya mendukung model bisnis kolaboratif-inklusif yang bisa mendongkrak sektor pangan sebagai kekuatan ekonomi baru, membuka lapangan kerja dan menjadi sumber kesejahteraan masyarakat Indonesia,” ungkap Airlangga.
Karena itulah, paket stimulus ekonomi bagi dunia usaha, baik mikro, kecil dan menengah maupun korporasi yang ada dalam Program Pemulihan Ekonomi Nasional, menurutnya menjangkau pula bidang pertanian dan perikanan. Berikut kehadiran Undang-Undang Cipta Kerja dengan penyederhanaan perizinan serta penerapan sistem perizinan berbasis risiko, yang diharapkan dapat meningkatkan investasi di sektor pangan.
Senada dengan Menko Perekomian, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo mengatakan peningkatan produktivitas hanya bisa dicapai melalui pemanfaatan teknologi, seperti mekanisasi pertanian. “Presiden Joko Widodo telah meminta Kementerian Pertanian agar ke depan agar memfokuskan penggunaan teknologi pertanian sebagai strategi untuk mencapai ketahanan pangan. Tahun 2021, kami akan lebih fokus pada pendekatan mekanisasi,” ungkapnya.
Saya mendengar di awal tahun 2020 sudah dilakukan, dan saya menunggu komitmen pendampingan dua juta petani swadaya pada tahun 2023
Menjaga keberlanjutan produksi pangan, disamping pengembangan pangan berbasis teknologi modern, pemerintah menurut Mentan akan melakukan perluasan areal tanam, diversifikasi produk pangan berbasis kearifan lokal, penguatan lumbung pangan serta cadangan beras, berikut mendorong gerakan tiga kali ekspor atau Gratieks atas komoditas bernilai tambah.
Demikian pula Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro yang memaparkan jika niatan Indonesia menjadi negara maju pada tahun 2045 nanti membutuhkan terobosan inovasi, termasuk di sektor pertanian dan pangan. Di sektor pangan, menurut Bambang, pemerintah melakukannya secara bertahap lewat inovasi tepat guna untuk mencapai ketahanan pangan. Selain itu, lewat inovasi yang memberikan nilai tambah pada produk pangan dan pertanian, serta inovasi guna menggantikan atau setidaknya mengurangi impor pangan dengan produk lokal. “Inovasi di sektor pangan dan pertanian menjadi prioritas karena merupakan kebutuhan dasar masyarakat.”
Menjadikan teknologi bagian dari kegiatan bertani mendapatkan dukungan dari Kementerian Perindustrian, agar sejalan dengan revolusi industri 4.0 demikian Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita seperti disampaikan oleh Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim. Pertanian modern diharapkan dapat menyediakan bahan baku berkualitas berikut jaminan kepastian serta harga yang pantas. “Agar mampu meningkatkan utilisasi industri pengolahan di dalam negeri dari rata-rata sebesar 60 persen pada 2020 menjadi 85 persen pada 2022.”
Dalam sesi yang sama, Menko Bidang Maritim dan Investasi, Luhut B. Pandjaitan mengingatkan perkiraan ancaman krisis pangan yang dilansir Food and Agricultural Organization mendorong pemerintah menempatkan rencana membangun lumbung pangan untuk sejumlah komoditas di Sumatera dan Kalimantan sebagai program strategis. Menurutnya, skema public private partneship yang melandasi JFSS akan sesuai dengan pengelolaan food estate karena, “Petani dan pemerintah tidak dapat bekerja sendiri, sehingga mesti bekerja sama dengan korporasi seperti BUMN dan swasta.”
Niatan besar yang membutuhkan dukungan prima infrastruktur pertanian, seperti dikatakan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, mendorong pihaknya bersinergi lebih kuat dengan lintas kementerian juga pengusaha agar produksi pangan dapat berkelanjutan. “Dengan adanya fenomena perubahan iklim, konversi lahan pertanian ke non pertanian, dan juga adanya bencana alam turut mempengaruhi produksi pangan kita. Sehingga kita harus berinovasi mencari jalan untuk terus meningkatkan produksi agar mencukupi kebutuhan pangan penduduk yang terus meningkat.” Inovasi teknologi yang terus dikembangkan adalah adalah prasarana irigasi, “Pemerintah sejak tahun 2015 gencar mencanangkan pembangunan bendungan semata-mata untuk ketahanan pangan,” ujarnya.
Mengangkat tema ’Pemberdayaan Petani, Peternak, Petambak dan Nelayan melalui Wadah Koperasi untuk Mencapai Ketahanan Pangan’, berisikan upaya menyusun langkah merevitalisasi koperasi sebagai perekat para pihak dalam membangun ketahanan pangan, berikut mendorong pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pertanian.
Pengan yang tersedia, dengan harga terjangkau dan mampu menyejahterakan petani, menurut Menteri Perdagangan, Agus Suparmanto coba diwujudkan lewat pengentasan disparitas harga, utamanya di kawasan pelosok dan terpencil yang kerap terkendala pasokan, produksi dan jaringan logistik. Caranya melalui Gerai Maritim menggunakan tol laut yang menurut Agus manfaatnya telah dirasakan pada 50 daerah, di mana harga komoditas pangan semakin terjangkau. Mendag mengatakan upaya besar pemerintah memaksimalisasi potensi pasar nasional membutuhkan sinergi antar pemangku kepentingan. “Agar ekonomi tetap berjalan dan kehidupan petani, peternak dan nelayan semakin sejahtera.”
Ketersediaan pangan dengan harga terjangkau terhubung dengan apa yang disampaikan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto bila pola hidup sehat beserta keseimbangan gizi masyarakat sangat bergantung pada pasokan pangan. Padahal pangan bergizi disampaikan Menkes adalah landasan utama imunitas tubuh yang sangat dibutuhkan guna menghambat penularan Covid-19. Sebagai negara agraris menurutnya, pola konsumsi hewani, sayuran dan buah-buahan bangsa Indonesia masih jauh di bawah standar yang direkomendasikan Badan Kesehatan Dunia WHO yakni 400 gram setiap hari.
Dukungan terhadap penguatan produksi pangan disampaikan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya dilakukan lewat pemanfaatan kawasan hutan seluas lebih dari 4 juta hektare berpayungkan skema perhutanan sosial yang potensinya tidak dapat dipandang sebelah mata. Menteri Siti mengatakan ada 865 ribu kepala keluarga yang terlibat dalam perhutanan sosial, “Sebanyak 539 ribu kelompok di antaranya sudah memasuki area bisnis dan 51 kelompok di antaranya sudah bisa melakukan ekspor.” Siti tak lupa mengingatkan pemanfaatan hutan lindung untuk aktivitas pangan, “Dalam pengertian hutan lindung yang sudah tidak memiliki lagi tegakan. Saat ini ada kira-kira 18%-19% hutan lindung yang sudah tidak ada tegakannya,” katanya secara visual.
Ketersediaan berikut legalitas lahan, menurut Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Sofyan Djalil dapat terselesaikan dengan hadirnya Bank Tanah sebagaimana diatur dalam UU Cipta Kerja. “Bank Tanah terobosan yang sangat berharga, akan menyelesaikan banyak masalah, sekaligus mendisiplinkan banyak pihak,” kata Sofyan. Lembaga ini akan menjalankan peran mulai dari perencanaan, perolehan, pengadaan, pengelolaan, pemanfaatan, hingga ke pendistribusian tanah negara. Agar ketersediaan tanah bagi kepentingan umum, kepentingan sosial, pembangunan nasional, pemerataan ekonomi, konsolidasi lahan, dan reforma agraria dapat berlangsung. “Membuat pemerintah dapat mengelola dan mengoptimalisasikan lahan telantar serta lahan hak guna usaha yang sudah habis masa berlakunya,” kata Sofyan yang hari itu tampil bersemangat.
Sementara Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyoroti penandatanganan Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (Regional Comprehensive Economic Partnership/RCEP) yang menjadi kesepakatan perdagangan terbesar karena meliputi hingga 30 persen GDP dunia, sebagai sebuah kesempatan yang dapat dan mesti dimanfaatkan industri pertanian Indonesia. Menurut Menlu, ketidakpastian akibat pandemi membutuhkan kerja sama antar bangsa dalam prinsip kesetaraan. Oleh karenanya, diplomasi yang digalang pemerintah akan menjaga kepentingan nasional secara terbuka, namun tegas. Satu di antaranya dalam menghadapi diskriminasi terhadap komoditas minyak kelapa sawit. “Kami selalu bilang kepada negara mitra treat us fairly,” ujarnya.
JFSS tidak diniatkan untuk mendominasi wacana dan kebijakan pembangunan ketahanan pangan bangsa
Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Agribisnis, Pangan dan Kehutanan, Franky O. Widjaja menyatakan upaya menggandeng petani agar dapat meningkatkan produktivitasnya hingga ketahanan pangan kuat terbangun, tidaklah sederhana. Namun, pihaknya optimistis melalui kemitraan antar pemangku kepentingan, di mana skema inclusive closed loop menjadi landasannya, tujuan tadi bukan angan semata, namun dapat diraih. Sebagaimana sebelumnya telah teruji di sektor kelapa sawit
“Kami berharap model inclusive closed loop ini dikembangkan di berbagai komoditas pertanian lainnya. Jika persoalan-persoalan mendasar yang dihadapi petani, peternak dan nelayan bisa diatasi, maka pertumbuhan dan kontribusi sektor pertanian pada stuktur PDB akan terus meningkat. Lapangan kerja di sektor pertanian juga akan meningkat, dan tentunya petani, peternak dan nelayan juga akan semakin sejahtera,” ujar Franky.
Skema inklusif tertutup menurut Ketua Komite Tetap Hortikultura Kadin Karen Tambayong dapat membantu sinkronisasi pola tanam petani dengan kebutuhan pasar. Selain itu dengan membawa para petani dalam rantai pasok, dirinya berharap mereka mampu mencapai skala ekonomi . “Karena bagaimana petani berproduksi jika lahannya kecil. Hortikultura seperti cabai, bawang, dan buah di Indonesia saat ini adalah pertanian yang berskala kecil. Padahal peluangnya luar biasa besar karena mempunyai nilai tambah tinggi dan penyumbang nutrisi terbesar,” ucapnya.
“Konsep inti-plasma yang suskes di masa lalu perlu dipertahankan dan diperbarui. Konsep inti-plasma ini juga bisa membantu penyerapan tenaga kerja, selain juga membantu petani untuk meningkatkan kesejahteraannya,” begitu Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mencontohkan. Karena hanya dalam ekosistem usaha yang sehat, melibatkan segenap pelaku ekonomi, termasuk petani, ketahanan pangan dapat tercapai. Erick menyebut pihaknya berencana dalam perayaan ke-100 kemerdekaan Indonesia nanti, ketahanan energi, pangan serta kesehatan dapat dicapai. Salah satu jalannya adalah lewat pembangunan kluster BUMN pangan yang menggalang value chain dari hulu hingga ke hilir, mengelola komoditas pangan utama.
Sebuah forum membahas bagaimana sektor pangan Indonesia memperkuat dirinya, walaupun menghadirkan kepala negara bersama 15 menterinya, bersanding dengan 12 sosok pengusaha, bersama 5 orang pakar serta akademikus, wakil badan PBB tetaplah tampak terlampau kecil, dan terasa singkat. JFSS di kesempatan ke lima penyelenggaraannya – yang berakhir Kamis (19/11/2020) – memang tidak diniatkan untuk mendominasi wacana dan kebijakan pembangunan ketahanan pangan bangsa. Kegiatan yang tahun ini bertemakan ‘Pemulihan Ekonomi Nasional untuk Mendukung Ketahanan Pangan dan Gizi, Serta Meningkatkan Kesejahteraan Petani, Peternak, Nelayan dan Industri Pengolahan’, hanya satu dari sekian banyak inisiatif menjadikan industri pertanian berkelanjutan dan menyejahterakan.
Penulis: Jaka Anindita
Desain grafis dan foto: Dede Ilham F, Noveradika Priananta
Tags: Adhi Lukman, Agus Gumiwang Kartasasmita, Agus Suparmanto, Airlangga Hartarto, Bambang Brodjonegoro, Basuki Hadimuljono, Bayu Krisnamurthi, Berita Satu, Corporate Communications, CPO, Dede Ilham Fitrana, Edhy Prabowo, Erick Thohir, Feed Indonesia Feed the World, Feed the World, Food security, Franciscus Welirang, Franky O Widjaja, Hortikultura, Inclusive Closed Loop, Jaka Anindita, Jakarta Food Security Summit 5, JFSS, JFSS-5, Joko Widodo, Jokowi, Juan Permata Adoe, KADIN, Kamar Dagang dan Industri Nasional Indonesia Franky Oesman Widjaja, Karen Tambayong, KataData, Kelapa Sawit, Koperasi, Luhut Pandjaitan, Mahendra Siregar, Mekanisasi pertanian, Minyak kelapa sawit, Noveradika, Palm Oil, Pangan, Pangan berkelanjutan Ketahanan pangan, Perikanan, Pertanian, Peternakan, PISAgro, Praktik terbaik agribisnis, President Office, President Office Sinar Mas, Rantai pasok, Retno Marsudi, Rosan Perkasa Roeslani, Shinta Kamdani, Sinar Mas, Sinar Mas Agrbusiness and Food, sinarmas, Siti Nurbaya Bakar, Skema kemitraan inklusif, SMART, SMILE Magazine, SMILE Magz, Sofyan Djalil, Sri Mulyani, Supply chain, Syahrul Yasin Limpo, Teknologi pertanian, Terawan Agus Putranto, Teten Masduki, Thomas Darmawan, Yugi Prananto