Sinar Mas menaungi banyak perusahaan dan juga jenama. Sebagian di antaranya dalam penamaannya membawa serta ‘Sinar Mas’ atau cukup dengan memuat kata ‘Sinar’ atau ‘Mas’. Namun dengan pertimbangan berbeda, beberapa lainnya, meski masih ‘saudara’ memilih tak melakukannya.
Apakah semua perusahaan yang bernaung dalam lingkup jenama Sinar Mas, akan berawalan dengan Sinar, atau berakhiran dengan Mas? Sebagian di antaranya demikian adanya, bahkan cukup banyak. Salah satu entitas tertua di Sinar Mas, Asia Pulp & Paper bahkan sekian tahun terakhir semakin mentereng dengan tambahan ‘Sinar Mas’ di ujung brand APP, setelah secara resmi meluncurkan jenama baru berikut logo yang berbeda berbarengan dengan partisipasi mereka mendukung gelaran Asian Games di Jakarta dan Sumatera Selatan pada tahun 2018 silam. Pertimbangan histori menjadikan sebagian perusahaan turut ‘ber-sinar’ atau ikut berpendar layaknya ‘mas’ dalam namanya. Selain itu, terdapat pula pertimbangan bisnis, karena menyandang brand atau jenama yang terhubung secara langsung dengan Sinar Mas akan membantu membangun reputasi di mata khalayak, publik luas.
Namun reputasi tidak serta merta terbangun, karena dibutuhkan upaya khusus untuk menghadirkan serta memeliharanya, di luar langkah mengidentikkan sebuah jenama dengan jenama lain yang telah lebih dulu ada dan terkenal. Di mana penyeragaman jenama, menurut pengajar Program Magister Ilmu Komunikasi Universitas Indonesia, Firman Kurniawan Sujono, tidak dapat dilihat berdasarkan dualitas menguntungkan atau merugikan. “Di beberapa teori pemasaran, terdapat aspek yang membahas tentang brand extension. Jadi brand tertentu yang sudah mempunyai reputasi atau kredibilitas di mata konsumennya, dikembangkan dengan produk-produk tambahan. Itu akan lebih menguntungkan dalam proses awareness-nya. Karena publik sudah tahu ini berasal dari grup atau bagian dari perusahaan yang mengeluarkan produk yang bermutu. Tentu hal ini merupakan sebuah keuntungan.”
Jika terdapat sisi menguntungkan, tentunya terdapat konsekuensi tambahan selepas melakukan brand extension atau penjenamaan secara ekstensif. “Kita harus memelihara brand utama untuk tetap perform di hadapan konsumen. Ketika terjadi kegagalan dalam memelihara kredibilitas atau terjadi krisis pada brand tertentu, itu bisa berpengaruh pada brand extension-nya. Di sinilah muncul kerugian para brand yang diekstensikan,” urainya. Karena, tanpa menanti krisis terjadi pun, dalam sebuah kondisi yang tenang, publik sangat mungkin telah memahami jika yang mereka lihat atau hadapi adalah bagian dari sebuah brand utama yang besar. Semisal setiap musim kemarau di Bumi Pertiwi, mengharuskan pilar usaha Sinar Mas yang bergerak dalam bisnis berbasis pengelolaan sumber daya lahan yakni, APP Sinar Mas beserta saudaranya, Sinar Mas Agribusiness & Food, mengupayakan sekuat tenaga agar fenomena kebakaran lahan tidak sampai terjadi ataupun merambat ke konsesi kelolaan mereka. Jika sampai gagal memitigasi hal itu, jenama lain yang sebetulnya tak tahu menahu, dapat pula turut terdampak.
Sebaliknya, pilar lainnya, yang produk maupun jasa layanannya sangat berbeda dan tak mengelola lahan, juga mesti bersiap, seumpama sampai ada klien atau nasabah mereka yang bertanya, “Apakah benar APP Sinar Mas atau Sinar Mas Agribusiness & Food terlibat dalam kebakaran lahan?” Mungkin ada juga yang ingin tahu, “Apa yang dilakukan Sinar Mas dalam mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan?” Hal mana menurut Firman mesti disikapi oleh jenama besar dengan membangun sebuah sistem yang berbasis pada corporate culture, sehingga konsumen berkesempatan menilai sendiri sikap serta komitmen perusahaan tersebut. Dengan begitu, saat krisis terjadi, telah tersedia cara penanganan yang berbasis pada corporate cuture tadi. Dirinya menyebut perusahaan multinasional General Electric atau GE asal AS sebagai contohnya. “Mereka dengan bangga dan sengaja menunjukkan bahwa bahkan bohlam ini pun adalah bagian dari GE yang juga memroduksi mesin pesawat udara. Sehingga ketika terjadi krisis, walaupun produknya sangat berbeda, terdapat peran corporate culture yang akan menunjukkan kepada konsumen bahwa produk bohlam tadi juga merupakan bagian dari brand besar yang berkualitas serta bertanggung jawab.”
“dalam jenama yang telah ada, terkandung unsur lokal juga histori yang telah dikenal lama oleh stakeholders”
Komitmen Sinar Mas terhadap nilai dan etika bisnis berkelanjutan, dalam praktik komunikasi kepada publik luas adalah sebuah kekuatan yang harus ditunjukkan. “Ketika perusahaan memandang brand extension ini sebagai suatu kekuatan, maka seorang praktisi humas harus menunjukkan bahwa perusahaan yang ke satu dan seterusnya itu memiliki karakter yang sama. Mereka harus memberitahukan hal ini kepada khalayak dan konsumen bahwa brand ini merupakan bagian dari kita. Itulah tugas seorang humas,” kata Firman mencontohkan. Kembali ke pengandaian sebelumnya, para humas atau karyawan yang berkontak dengan khalayak harus mampu menjelaskan, bahwasanya sebagai jenama yang berada dalam naungan Sinar Mas, terlibat pembakaran lahan adalah sesuatu yang tak mungkin mereka lakukan. “Dalam penjenamaan atau branding ada istilah brand DNA. Walaupun sebuah brand sudah tersebar menjadi berbagai macam produk, tetap ada hal yang melekat pada masing-masing produk tersebut yang menjadi karakteristik atau nilai utama brand itu.”
Corporate Communication Superintendent PT Berau Coal, Rudini Rahim merasakan hal ini. Dinaungi Sinar Mas menurutnya memperkuat sosok perusahaan tempatnya berkarya sebagai sebuah entitas bisnis sekaligus jenama. Meski secara berbarengan menghadirkan pula ujian lain. “Nama besar Sinar Mas menambah penguatan jenama PT Berau Coal di industri pertambangan batubara dan pertambangan Nasional. Mengingat Sinar Mas memiliki pondasi bisnis yang kuat dan telah menjadi kebanggaan Indonesia karena produk-produknya memiliki nama di tingkat global. Kelebihan ini pun menjadi tantangan baru bagi tim komunikasi, karena di balik nama besar ada tanggung jawab secara terpadu bagi kami di bawah naungan Sinar Mas untuk bisa menjaga dan memperkuatnya.”
Terlebih lagi, Sinar Mas sebagai sebuah jenama, yang mungkin dipersepsikan sedemikian terkenal, punya reputasi mengkilat, atau mengandung daya magis menguntungkan, kerap harus berhadapan dengan fenomena dilusi jenama. Situasi di mana hadir sejumlah jenama serupa lainnya, yang dapat membangun asosiasi khalayak terhadap Sinar Mas. Berbeda dengan pelanggaran bernuansakan pemalsuan, dilusi tidak sejauh itu karena jasa maupun produk yang ditawarkan berbeda, logo yang digunakan pun umumnya berbeda. Seperti kadang dijumpai pada grosir bahan bangunan, toko perhiasan emas, atau penjual mebel yang bernama Sinar Mas. Meski mengganggu kekuatan kekhasan dari jenama yang lebih dulu ada atau lebih besar, hal ini lebih banyak ditanggapi punggawa Sinar Mas sebagai sesuatu yang lucu serta unik, tak sampai ke wilayah pelanggaran hukum.
Berau Coal menjadi contoh perusahan terafiliasi yang jenamanya tak bermula dengan ‘Sinar’ atau berakhir dengan ‘Mas’. Seperti dikatakan Marketing Public Relation Specialist PT Smartfren Telecom Tbk., Maria Claudine yang telah menjalani satu dasawarsa karirnya di sana, dirinya mengaku baru mengetahui jika perusahaan yang telah hadir sedari 1983 di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur itu adalah saudara sesama bagian dari Sinar Mas saat mereka para humas dari lintas pilar usaha melakukan kunjungan kerja ke sebuah sindikasi media massa, April tahun ini. Padahal, Berau Coal sendiri telah berafiliasi dengan Sinar Mas sejak 2015 silam (dan tanpa melakukan brand extension). Sesuatu yang menurut Firman bukan hal tabu. “Selama mereka mempunyai pertimbangan dengan menggunakan brand lama akan lebih mudah dikenal oleh publik tradisional atau entitas pasar sahamnya. Daripada memperkenalkan sesuatu yang baru, lebih baik mempertahankan yang lama. Tetapi hal ini tetap perlu disampaikan kepada publik bahwa brand ini sudah berada di bawah naungan Sinar Mas,” dirinya menyarankan.
Senada dengan Firman, Rudini mengatakan belum ada wacana untuk mengidentikkan Berau Coal menjadi bernuansakan Sinar Mas karena dalam jenama yang telah ada, terkandung unsur lokal juga histori yang telah dikenal lama oleh stakeholders. Namun ke depan, perusahaan dalam penulisan maupun penggunaan logo akan menyandingkannya dengan logo cahaya matahari milik Sinar Mas. Dalam praktiknya, Rudini yang bergabung dengan Berau Coal pada tahun 2013 silam mengisahkan bila pergantian manajemen memberikan tantangan berbeda dalam pengelolaan komunikasi korporat atau kehumasan. “Namun secara garis besar tujuan komunikasi ke seluruh pemangku kepentingan masih sama, untuk menjaga dan memerkuat reputasi perusahaan demi keberlanjutan bisnis ke depan, tetapi ada guidance baru yang menjadi acuan komunikasi perusahaan yang berbeda dari policy sebelumnya,” demikian Rudini. Karenanya, berasumsi bila segenap entitas yang jenamanya memuat kata kata ‘sinar’ atau ‘mas’ adalah bagian dari Sinar Mas, jelas tak serta merta. Tapi semua entitas dalam naungan Sinar Mas, sudah pasti memiliki persamaan nilai-nilai bisnis berkelanjutan yang serupa.
Penulis: Fatimah Azzahra, Jaka Anindita
Grafis: Sidhi Pintaka
Foto: Noveradika Priananta, koleksi PT Berau Coal