Breaking

Menembus Batas di Kalijodo

Breaking News / Jendela / Slider / Top News / November 27, 2018

Ragam skema pendanaan dimanfaatkan pemerintah daerah untuk membenahi ruang terbuka publik. Meski kontroversi hingga politisasi selalu mengikuti, publik mengapresiasi.

 

 

Memasuki kawasan Ruang Terbuka Hijau dan Ruang Publik Terpadu Ramah Anak Kalijodo, Jakarta Utara, sosok arsitek Yori Antar rupanya cukup dikenal,  karena begitu tiba, terlihat para petugas yang ada di sana bergantian menyapa dan menyalaminya. Sudah barang tentu karena dirinya berada di balik rancang bangun ruang terbuka publik yang satu ini. Saat pandangannya menyapu sejumlah sudut RTH yang pembangunannya dulu diwarnai riuh rendah kontroversi, baik kritik maupun dukungan, ia mengomentari kehadiran deretan tenda kuliner di sisi bike park menurutnya di luar rencana pengembangan kawasan itu. “Mestinya mereka tidak berjualan di situ, tapi di seberang sana (Jalan Bidara Raya) yang nantinya dihubungkan dengan jembatan.”

Meski sejak diresmikan pada 22 Februari 2016 oleh Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama, Kalijodo sontak menjadi simbol baru Kota Jakarta, nyatanya tempat ini masih berkembang, belum lagi selesai. Menurut arsitek bernama lengkap Gregorius Antar Awal ini, tahap pertama adalah keberadaan RTH/RPTRA, berlanjut dengan pembangunan Masjid Al Mubarokah sebagai pengganti masjid yang sebelumnya pernah ada di kawasan Kalijodo sebagai tahap kedua. “Tahap ketiga adalah pembangunan jembatan penyeberangan. Satu dari kolong flyover (flyover jalan tol Tomang-Pluit) yang akan dijadikan areal parkir ke RTH. Satu lagi menghubungkan RTH dengan masjid di Jalan Tubagus Angke, dan jembatan ketiga yang menyeberangi Kali Krendang akan menghubungkan RTH dengan Jalan Bidara Raya,” tunjuknya.

 

Bukan RTH yang pertama, bukan pula yang paling canggih, tapi bisa jadi yang paling menginspirasi

 

Ruang terbuka hijau yang kerap diidentikkan dengan paru-paru kota, atau taman kota bagi seorang arsitek mungkin terbayang lebih sederhana. Tapi tidak demikian di Kalijodo, “Adanya skatepark cukup mengejutkan karena kuatnya energi dinamis di sana, sementara biasanya orang datang ke taman untuk bersantai, leyeh-leyeh. Tapi ini yang membuat Kalijodo memiliki daya tarik tersendiri,” ujarnya mengingat bagaimana Basuki atau biasa dipanggil Ahok, meminta agar RTH dilengkapi pula dengan skate serta bike park. Yori melihatnya sebagai sesuatu yang baru, dimana ruang terbuka hijau yang lekat dengan fungsi ekologis mewadahi pula aktivitas publik, saling melengkapi. Beruntung lahan yang tersedia luasnya lebih dari 3 hektar cukup leluasa untuk melakukan eksplorasi ide.

Satu demi satu, mulai dari funbox, pump bump, hingga bowl di seluruh penjuru skate park siang itu dijajalnya. “Kondisi sekarang berbeda dengan saat terakhir kami ke sini,” ujar Ardi Polii selepas berkeliling. Sebagai skater nasional, dirinya pernah beberapa kali mengikuti, bahkan turut menggelar kejuaraan skateboard di Kalijodo. Tempat itu cukup dikenalnya.

Tak lama, bermunculan para skater lainnya. Rupanya, mereka telah duluan membuat janji untuk bertemu di Kalijodo. Skateboarding adalah aktivitas sosial. Para penikmatnya membentuk komunitas, dan antara yang satu dengan yang lain saling berhubungan, meluas sekaligus guyub. Hadirnya skatepark menjadikan intensitas aktivitas mereka semakin tinggi, sekaligus semakin semarak. Siang ini, berkumpul para skater senior, mulai dari yang berbasis di Taman Mini Indonesia Indah, Jakarta Timur sampai yang datang dari BSD City, Tangerang Selatan. Jika bukan karena eratnya kekerabatan, pilihan gaya hidup, dan antusiasme yang tinggi, menembus jarak sejauh itu tentulah terasa berat. Tak kalah dengan Yori Antar, para skater ini juga cukup mengenal para petugas yang ada di RTH.

Sekian tahun lampau, saat ia dan para skater menggagas kejuaran berskala nasional di berbagai tempat, sebelum kejuaraan berlangsung mereka mengawalinya dengan mendesain skatepark terlebih dulu, untuk kemudian pembangunan dan pengelolaannya diambil alih oleh pemerintah daerah setempat. “Hanya sedikit yang terbangun secara permanen, selebihnya bersifat semi permanen atau bahkan terhenti di tahap desain, tidak terbangun. Tapi skatepark di Kalijodo membuat perkembangan skaterboard semakin meledak. Memacu daerah lain untuk juga membuat skatepark. Ibaratnya, di setiap kota kini harus ada skatepark,” ujar Ardi yang kini tengah fokus mendampingi skater nasional yang berlaga dalam Asian Games ke-18 di Jakabaring Sport City, Palembang.

 

Ardi (berkaos merah) bersama koleganya sesama skaters senior. Datang dari jauh, menembus kemacetan Jakarta demi meluncur di Kalijodo

 

Berkembang menjadi olah raga prestasi, yang dipertandingkan hingga ke ajang multi event menempatkan skateboarding kini lebih dari aktivitas sosial, penyalur adrenalin atau momentum mengekspresikan diri semata. Para skater kini berkesempatan menyandang status sebagai atlet nasional, mewakili Indonesia memperebutkan medali di berbagai skala kompetisi. Asian Games ke-18 di Jakarta dan Palembang menjadi arena pembuktian besar pertama para skater Indonesia di ajang multi event.

Memang masih cabang eksebisi sebelum nanti dipertandingkan secara resmi saat Olimpiade ke-19 berlangsung tahun 2020 di Tokyo, tapi jika niatannya menguji keandalan, tidak ada yang lebih bernilai daripada Asian Games yang berlangsung di negeri sendiri. Ardi yang kini menjabat selaku Ketua Harian Indonesia Skateboarding Association menyebut pesaing hebat datang dari Jepang, sementara untuk nomor bowl, ada Singapura dan Malaysia, sedangkan di nomor street, skater Indonesia cukup difavoritkan. Jika skatepark menyebar dan semakin mudah ditemui, tentu kabar bahagia bagi penikmat skateboarding di negeri ini, baik sebagai aktivitas sosial, maupun olah raga prestasi.

Kalimat ‘membangun lebih mudah daripada merawatnya’ belum menjadi barang usang. Di saat Kalijodo tengah berkembang, tantangan baru telah menanti. Mulai muncul upaya komersialisasi secara serampangan seperti yang dikeluhkan Yori dan lemahnya perawatan sebagaimana dilihat Ardi. Beberapa bagian skate park memang terlihat mulai rusak dan kurang terawat. Padahal untuk olah raga ekstrem seperti skateboarding, kondisi wahana yang prima adalah syarat utama. Masih menurut Ardi, jika Kalijodo ingin terpilih menyelenggarakan kejuaraan internasional resmi, “Flow lintasan serta detil setiap obstacle yang ada masih membutuhkan revisi.”

 


Ada Peran Sinar Mas, Tapi Bukan Milik Sinar Mas

Sinar Mas Land berpedoman pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas

Bab I Ketentuan Umum

Ayat 1. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan adalah komitmen Perseroan untuk berperan serta  dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan  lingkungan yang bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun  masyarakat pada umumnya.

Bab V Tanggung Jawab Sosial dan

Lingkungan, Pasal 74

Ayat 1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau berkaitan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan.

Ayat 2. Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan sebagaimana dalam ayat (1) merupakan kewajiban Perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya Perseroan yang pelaksanaanya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

Ayat 3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas

Pasal 5 ayat 2. Realisasi anggaran untuk pelaksanaan tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dilaksanakan oleh Perseroan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperhitungkan sebagai biaya.


            

Dalam menggarap ruang publik Yori Antar menanggalkan ego nya selaku arsitek. Jika membahagiakan dan bermanfaat bagi masyarakat, dirinya mengaku turut berbahagia.

 

Apakah Kalijodo adalah kegagalan? Yori mengatakan, sumbangan besar Kalijodo, Lapangan Banteng dan ruang publik lain di seputar Jakarta adalah membuka wacana jika kebutuhan warga kota akan ruang publik nyata adanya. Seperti tampak dari bermunculannya fasilitas serupa di kota lain, dimana pemerintah daerah setempat memanfaatkan sumber pendanaan alternatif seperti kompensasi KLB maupun CSR yang berasal dari perusahaan swasta, sementara rancang bangun menjadi proyek sosial para arsitek yang menggarapnya. Serupa dengan jalan dilalui RTH RPTRA Kalijodo.

Ardi berpendapat kalau skateboarding adalah gaya hidup yang berhubungan pula dengan fashion, style hingga musik, yang penikmatnya datang dari kalangan anak-anak hingga dewasa. “Semakin banyak skatepark akan semakin baik karena masyarakat berkesempatan menyalurkan energi mereka melalui kreasi dan trick yang tidak ada batasnya. Di samping itu, bakat baru akan muncul ke permukaan,  terpantau dan penjaringan atlet nasional jadi semakin terbuka. Sementara pihak sponsor juga berkesempatan mengamati, kemudian menyeleksi sosok yang tepat dijadikan brand ambassador mereka. Semua unsur tadi saling menunjang dan berkaitan.”

Kalijodo yang masih berkembang dapat disimak dari kehadiran Patung Menembus Batas pada hari Selasa, 26 September silam, atau lebih dari setahun sejak lokasi itu diresmikan. Menampilkan jajaran empat lempeng tembok Berlin yang salah satu sisinya diselimuti graffiti dan ditemani 14 patung dari baja, mereka berdiri di hamparan pasir putih.

 

Public art adalah cerminan ekspresi berikut cara pandang publik terhadap lingkungannya, sesuai dengan konteks ruang dan waktu yang ada. Begitu pula dengan Patung Menembus Batas.

 

 

Perupa yang merancangnya, Teguh Ostenrik coba menyampaikan pesan bahwasanya keberagaman bangsa Indonesia yang semestinya menjadi kekuatan, justru kerap terantuk oleh berbagai sekat, atau tembok. Harus ada upaya bersama menembusnya, seperti tergambar dari sejumlah patung baja yang coba menembus tembok yang menjulang.

Semangat menembus batas warga Jerman via Revolusi Damai yang berimbas dengan pembongkaran Tembok Berlin pada 9 November 1989, tampaknya diharapkan menular dengan hadirnya ruang publik seperti RTH/RPTRA Kalijodo yang sama sekali baru. “Kami hampir 30 tahun mencari lokasi yang tepat untuk tembok Berlin yang dibawanya ke Jakarta, berikut konsep Patung Menembus Batas ini,” ungkap Yori tentang berjodohnya public art karya Teguh Ostenrik dengan Kalijodo.

Menjawab bagaimana Sinar Mas bisa berada di Kalijodo, Division Head Strategic Land Bank Sinar Mas Land, Gandi Salistjanto menyebut, pihaknya yang tengah berfokus pada konsep bangunan hijau, mengakibatkan alokasi dana corporate social responsibility mereka tak akan jauh dari konsep tadi. Dengan kata lain, dukungan terhadap pengembangan atau pembangunan fasilitas publik, tertuju pada wahana yang tak hanya berfungsi sosial, tapi juga ramah lingkungan.

 

Gandi Salistjanto. Semua pemanfaatan dana, baik CSR maupun kompensasi KLB adalah kewenangan pemerintah provinsi.

 

Tapi dirinya mengingatkan, pemanfaatan dana, baik berasal dari skema CSR maupun kompensasi koefisien lantai bangunan, “Semua tergantung pada pemprov. Kebetulan yang banyak dibangun adalah fasilitas publik.” Artinya, pihak Sinar Mas Land tak terlibat menetapkan fasilitas apa yang akan dibangun, dimanakah letaknya, siapa yang mengerjakannya, apalagi memilikinya. Pihak pemerintah daerah telah memiliki pedoman dan rencana tersendiri yang tak boleh di intervensi. “Di Jakarta ada Peraturan Daerah No.1 tahun 2014 tentang Rencana Detil Tata Ruang dan Peraturan Zonasi yang ibarat kitab suci bagi pemda untuk melaksanakan pembangunan di Jakarta,” kata Salistjanto. Di Kalijodo, mekanisme pendanaan CSR yang dimanfaatkan pemerintah daerah. Nilainya tak kurang dari Rp 20 miliar.

 

Candrian Attahiyat. Kontroversi, polemik dan politisasi adalah bagian tak terpisahkan dari keberadaan ruang publik.

 

Seputar kontroversi, polemik hingga politisasi, dianggap Candrian Attahiyat, anggota Tim Ahli Cagar Budaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sebagai bagian yang lekat dengan keberadaan ruang publik maupun monumen. “Wacana politik yang tengah berlangsung, sering ikut menyasar ruang publik.” Jika wilayah seperti Kalijodo sampai menjadi kontroversi yang begitu kuat kala pengosongannya, berlanjut saat berdiri dengan tampilan baru, bahkan masih terjadi ketika sosoknya kini beralih rupa akibat kurang terawat, dianggapnya sebagai sesuatu yang tak terhindarkan. “Buah terbukanya keran demokrasi memang seperti ini,” tuturnya diikuti senyum.

Rezim dapat berganti, kebijakan mungkin berubah, kegunaan pun bisa berbeda. Namun harapan telah hadir di sana. Agar sudut seperti Kalijodo bersama RTH/RPTRA nya, dapat berfungsi layaknya generator. Menggerakkan warga untuk berinteraksi di sebuah ruang publik, tanpa sekat, membuat kota dan warganya semakin dekat, bertambah manusiawi. Menjadi sumber inspirasi banyak inisiatif maupun ide ‘liar’ namun positif hingga ke berbagai pelosok kota, tak hanya Jakarta.

 

Reporter: Caecario Vito, Jaka Anindita, Noveradika, Yohanes Januadi

Penulis: Jaka Anindita

Desainer Grafis: Fanny Fransiska






Jaka Anindita
Pemimpin Redaksi




Previous Post

SMART Biotech Center, Menulis Kisahnya Sendiri

Next Post

Dari Bulutangkis, Untuk Korban Bencana





0 Comment


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *


More Story

SMART Biotech Center, Menulis Kisahnya Sendiri

Menjuru ke dalam, tak tampak dari jalan utama dan terasa berjarak dari keramaian di bilangan Kampung Pasir Maung. Sentul,...

November 27, 2018